REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi unjuk rasa pada Jumat (4/11) malam lalu sempat diwarnai ketegangan di sekitar Istana Negara, Jakarta. Diketahui, satu orang korban meninggal imbas dari kericuhan yang terjadi. Korban meninggal adalah Syahrie Oemar Yunan (65 tahun).
Saat dikonfirmasi, anak almarhum, Gilang, membenarkan kejadian tersebut. Menurut Gilang, almarhum ayahnya meninggal dunia karena tidak kuat menahan gas air mata yang ditembakkan sejumlah aparat keamanan di lokasi sekira pukul 19.00 WIB Jumat (4/11).
Kepastian penyebab kematian tersebut, Gilang mengatakan diperoleh ketika almarhum dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto. Di rumah sakit itu pula ayahnya menghembuskan nafas terakhir. Gilang mengaku tidak menyertai ayahnya berdemonstrasi.
“Kronologisnya, ketika jam tujuh malam, saat pembubaran paksa kena gas air mata. Saya tidak di lokasi. Ayah bersama tetangga. Sempat dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto. Wafatnya dinyatakan di rumah sakit,” kata dia saat dihubungi, Sabtu (5/11).
Gilang menyatakan pihak keluarga mengikhlaskan kepergian almarhum. Namun, ia menjelaskan, keluarganya tak berkaitan dengan kelompok politik apa pun.
Dia menegaskan ayahnya berangkat bersama sejumlah tetangga ke lokasi unjuk rasa dengan niat pribadi. Saat ini jenazah masih disemayamkan di rumah duka yang beralamat di Kelurahan Binong, Curug, Kabupaten Tangerang. Rencananya, pemakaman almarhum akan dilangsungkan hari ini.
“Orang tua saya bukan orang partai. Tidak membawa atribut. Semata-mata kehadiran ayah saya dalam aksi demo 4 November itu sebagai simpati dan umat kaum Muslimin.
Karena itu, pihak keluarga menuntut penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur Ahok harus ditindak dengan hukum,” paparnya. Dia mengatakan pihak keluarga tidak menuntut dengan cara hukum Islam. "Tapi hukum negara yang berlaku,” ujar dia.