Sabtu 05 Nov 2016 11:43 WIB

Kompolnas: Ungkap Provokator Kericuhan Aksi 4 November

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Teguh Firmansyah
  Polisi menembakkan gas air mata saat kericuhan terjadi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (4/11).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Polisi menembakkan gas air mata saat kericuhan terjadi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kericuhan sempat mewarnai aksi 4 November yang menuntut proses pidana terhadap pelaku dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Aksi tersebut awalnya berlangsung damai, akan tetapi berubah menjadi ricuh pada malam hari.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi aparat Polri yang sudah berusaha mempersiapkan dan bekerja sangat baik dengan mengedepankan upaya-upaya persuasif, preemtif, preventif dan menjadikan upaya represif sebagai upaya terakhir.

Kompolnas juga sangat apresiasi untuk unjuk rasa damai sampai dengan sore hari, walaupun menyayangkan terjadinya kericuhan malam hari dan adanya aksi penjarahan di Penjaringan, Jakarta Utara.

"Terhadap kericuhan, penjarahan dan kerusuhan tersebut, Kompolnas mengimbau dan mendorong Bareskrim melakukan penyelidikan untuk menemukan dan mengungkap pelaku-pelakunya, termasuk yang diduga menjadi provokator ataupun aktor intelektual," ujar Sekretaris Kompolnas Bekto Suprapto, Sabtu (5/11).

Kompolnas juga mengimbau dan mendorong Divisi Propam Polri melakukan penyelidikan untuk mengusut hingga tuntas. Hal ini menyusul kabar bahwa kerusuhan diawali dengan adanya tembakan dari oknum anggota Polri hingga pemberitaan tentang tak dipatuhinya  perintah berhenti menembak dari Kapolri oleh anggotanya.

Kompolnas menyerahkan dan mempercayakan penuh proses penegakan hukum dugaan penistaan, sesuai dengan aturan berlaku dan profesionalitas Polri yang modern dan mandiri.

"Kompolnas menghimbau agar tidak ada pihak manapun juga yang menekan Polri dalam proses penegakan hukum, termasuk membatasi waktu penanganan kasus dugaan penistaan agama," kata Bekto.

Pasalnya pembatasan waktu tersebut bertentangan dengan KUHAP dan Perkap 14 tahun 2012, dan hal tersebut dapat diduga sebagai upaya intervensi penegakan hukum.

Baca juga, Pendemo Terus Merangsek Masuk ke Halaman Istana.

Dia meminta agar semua pihak membangun Indonesia yang damai, modern, dan terpercaya. Alhasil Polri pun akan melaksanakan tugas dengan lebih mengedepankan perlindungan, pengayoman, pelayanan, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan menjadikan penegakan hukum sebagai upaya yang terakhir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement