Jumat 04 Nov 2016 18:49 WIB

Para Perempuan di Bundaran Patung Kuda

Rep: Ratna Puspita/ Red: Karta Raharja Ucu
Beberapa pendemo berkumpul sebelum melaksanakan aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Beberapa pendemo berkumpul sebelum melaksanakan aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan kerap mewarnai sepak bola Turki. Pada 2011, tim sepak bola Turki, Fenerbahce, melakukan siasat guna mengatasi sanksi bertanding tanpa penonton laki-laki. Tidak ingin berlaga tanpa menonton, Fenerbahce memberikan tiket gratis bagi perempuan dan anak-anak.

Hasilnya, 43 ribu perempuan dan anak-anak memadati stadion ketika Fenerbahce menjamu Manisaspor. Mereka membuat stadion tetap riuh dengan nyanyian, spanduk, dan teriakan dukungan, sebagaimana penonton laki-laki.

Pertandingan itu pun membuat Federasi Sepak bola Turki ingin ada lebih banyak perempuan di stadion. Tujuannya, meminimalisir potensi kericuhan antarsuporter sepak bola.

Keberadaan perempuan pun berperan penting dalam aksi unjuk rasa di Masjid Istiqlal hingga Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (4/11). Para perempuan memastikan perut demonstran terisi oleh makanan.

Kelompok-kelompok perempuan, baik yang terafiliasi langsung dengan pendemo maupun tidak, ‎mendirikan posko-posko logistik. Mereka menggalang sumbangan dari masyarakat untuk memastikan ada nasi dan lauk, roti, buah bagi para pengunjuk rasa.

Para perempuan ini tidak lelah mengajak demonstran untuk makan. Terutama juga ketersediaan air. Air tidak hanya berguna untuk minum, tapi juga berwudhu.

Usai azan Ashar berkumandang, ‎dua perempuan dari Laskar Merah Putih terlihat menawarkan air mineral gelas kepada para demonstran. "Air, Pak. Bisa buat minum. Boleh juga buat wudhu, silakan kalau mau shalat," ujar dua perempuan itu kepada orang-orang yang melintas di depannya.

Para demonstran melakukan Shalat Ashar di atas jalan dengan beralaskan koran. Sebagian besar berwudhu menggunakan air kemasan. Mereka bergantian berwudhu. Ketika ada yang berwudhu, temannya akan menuangkan air.

Para perempuan tidak hanya memastikan perut-perut demonstran terisi dengan makanan. Mereka juga tampak saling menjaga. Mereka saling mengingatkan untuk tidak terlalu dekat dengan pusaran demo di bundaran Patung Kuda.

Mereka berkumpul lima hingga sepuluh orang memilih duduk-duduk di pinggir. Ada juga yang tampak memungut sampah, atau mengingatkan agar jangan membuang sampah sembarangan. Ada pula yang mengingatkan pengunjuk rasa untuk menjauhi taman.

Para perempuan yang membawa anak-anak juga punya cara untuk menjaga buah hati mereka. Ada yang menggunakan stroller bagi anak balitanya. Ada yang menggendong anaknya.

Seorang ibu melilitkan tali ke badan anaknya ketika hendak menembus rombongan demonstran di depan Gedung Indosat. "Jangan ditaruh di leher talinya, Nak. Diturunin ke badan," kata ibu itu kepada anak berusia 9 tahun yang masih berpakaian sekolah dan membawa tas.

Para perempuan ini juga mengenakan jilbab dengan berbagai gaya. Ada yang bercadar, jilbab panjang, segitiga dililit, atau syal yang mengerudungi kepala. Hampir semuanya berwarna putih.

Mereka juga tampil dengan ber‎bagai gaya. Ada yang tampil dengan riasan polos. Ada pula yang mengenakan kacamata besar. Warnanya bermacam-macam: hitam, kuning, dan perak.

Penyanyi dangdut, Ikke Nurjanah, mengenakan ‎tunik, celana, dan kerudung putih serta kets perak. Ikke bersama beberapa perempuan dari Persatuan Artis Melayu Dangdut Indonesia (PAMI) terlihat membagikan roti kepada peserta unjuk rasa yang berjalan kaki dari Bundaran Patung Kuda hingga Bundaran Hotel Indonesia. Namun, Ikke enggan memberikan keterangan untuk dikutip. Dia hanya memberikan senyum.

Koordinator demonstran pun tidak melupakan keberadaan para perempuan ini. Seperti ketika akan masuk shalat ashar, seorang pendemo menggunakan pengeras suara mengingatkan para perempuan untuk shalat. "Ibu-ibu yang belum shalat lohor supaya shalat dulu karena tidak lama lagi akan masuk shalat Ashar," ujar suara laki-laki melalui pengeras suara.

Sepertihalnya di stadion milik Fenerbahce, perempuan dan anak-anak menghadirkan atmosfer berbeda pada unjuk rasa hari ini. Kendati demikian, keberadaan perempuan ini masih belum bisa membuat demonstran ‎laki-laki tidak mengeluarkan kata-kata yang provokatif seperti membunuh, atau menggantung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement