REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin menilai, elemen-elemen masyarakat yang berunjuk rasa pada 4 November dipersatukan oleh kesangsian mereka tentang adanya penegakan hukum, terutama terhadap kasus penistaan agama.
"Ada banyak elemen terlibat, ada umat Islam yang tersinggung dengan penistaan Alquran dan elemen yang mungkin berkepentingan dalam Pilkada DKI Jakarta. Apa yang memersatukan mereka? Mereka memiliki titik temu pandangan karena memiliki perasaan yang sama terhadap ketidakadilan," katanya dalam acara penutupan Forum Perdamaian Dunia (World Peace Forum/WPF) ke-6 di Jakarta, Kamis (3/11) malam.
Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) tersebut mengatakan hal ini harus dijawab oleh pemerintah, yang seharusnya konsisten dalam upaya penegakan hukum karena diskriminasi terhadap hal tersebut dapat menghasilkan ketidakpatuhan hukum.
Din juga mengajak masyarakat untuk tidak memandang unjuk aksi damai 4 November seolah-olah hanya gerakan atas nama agama dan kepada agama tertentu, karena hal tersebut justru akan memperkeruh suasana. Masyarakat juga sebaiknya memandang unjuk rasa itu sebagai ekspresi demokrasi mengingat di dalam alam demokrasi terdapat kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Pandanglah sebagai kewajaran dalam alam demokrasi," ujarnya.
Din juga mengimbau semua demonstran untuk menyampaikan pandangan dengan penuh etika, menghindari segala tindak kekerasan. Demonstran juga harus waspada kepada segala hasutan pihak tertentu untuk melakukan tindakan anarkistis, karena hal tersebut mungkin saja terjadi.
"Terakhir saya berpesan, ini adalah unjuk rasa, ada aspirasi, maka kepada pihak lain yang menjadi alamat unjuk rasa, agar dapat mendengar dan memerhatikan aspirasi ini," tutur Din.
Seperti diketahui, ratusan ribu umat dan elemen Ormas Islam akan menggelar aksi unjuk rasa bertajuk "Bela Islam jilid II" pada Jumat, 4 November besok. Aksi itu terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.