REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, memberikan catatan terkait pidato Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang perkembangan politik. Ray menilai, SBY pandai mengambil momentum.
“Saat semua pandangan mata menuju ke arah Jokowi soal beberapa sikapnya dalam beberapa isu, SBY tampil menyatakan sikap dan pandangannya. Ini tak jauh dari upayanya mencitrakan sebagai seorang negarawan,” ujar Ray, di Jakarta, Kamis (3/11).
Upaya pencitraan tersebut, menurut Ray, sudah sering dilakukan ketika SBY masih menjabat sebagai presiden. SBY menolak tudingan bahwa dirinya berada di balik demo 4 November, namun di saat bersamaan juga memperingatkan Jokowi untuk netral dan menegakkan hukum dalam kasus dugaan penistaan agama yang diduga dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
“Padahal untuk isu terakhir tak jelas benar dasar SBY menyebut dirinya dikait-kaitkan. Apalagi menganggap bahwa istana yang menyebar isu,” kata Ray.
Berbagai pemberitaan yang menyebut SBY berada di balik aksi 4 November, tutur Ray, sebenarnya hanya meluas di media sosial (medsos). Karena itu, Ray menegaskan, pemerintah tidak pernah menyebut SBY ada di belakang demo 4 November.
Sikap SBY tersebut, menurut Ray, merupakan ciri khasnya selama menjadi presiden dua periode. SBY memiliki kemampuan mengambil isu medsos seolah isu yang dikembangkan istana. Pidato yang disampaikannya membuat posisinya seperti meruntuhkan langkah politik Jokowi.