REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengapresiasi salah satu strategi Kepolisian yang menerjunkan personel bersorban putih untuk mengamankan aksi damai bela Alquran, Jumat (4/11). Menurut dia, langkah tersebut bertujuan positif.
"Itu taktis untuk menyejukkan keadaan agar tidak 'panas'," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (2/11).
Namun pengunaan sorban putih saja tidak cukup. Menurut Said, perlu ada juga kegiatan shalawat ataupun istighasah bersama. "Walaupun kumpul ribuan orang tapi kalau suasananya //khusyuk// maka akan damai dan tidak terjadi apa-apa," kata dia.
Kemarin, Majelis Ulama Indonesia (MUI), PBNU, dan Muhammadiyah bertemu dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi sepakat agar menyerahkan kasus dugaan penistaan agama yang membelit Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada aparat penegak hukum.
Said pun mempertanyakan secara langsung dugaan yang menyebut bahwa Jokowi melindungi Ahok. Menanggapi pertanyaan tersebut, Jokowi mengatakan bahwa pihaknya mempersilakan hukum yang sedang berjalan di Bareskrim Mabes Polri. Jokowi pun menegaskan tidak ada upaya intervensi melindungi Ahok.
PBNU sendiri pun memiliki pandangan sama dengan Jokowi terkait kasus Ahok yang memilih menyerahkannya pada aparat hukum. "Agar Ahok diperiksa penyidik apakah ada atau tidak dalam pidato itu unsur penistaan agama. Kalau ada diberi sanksi, kalau tidak ya bebas. Supaya kasus tidak menggantung karena kalau begini terus bisa guncang," jelas Said.
PBNU tidak melarang nadhliyin berpartisipasi dalam aksi 4 November, namun mereka dilarang menggunakan atribun NU. Pasalnya, niat KH Hasjim Asy'ari mendirikan NU bukan untuk berdemo melainkan untuk membangun kekuatan masyarakat di berbagai lini, baik di bidang ilmu pengetahuan, budaya, hingga ekonomi.