Rabu 02 Nov 2016 13:57 WIB
Aksi Unjuk Rasa 4 November

Demo Ditunggangi, SBY: Fitnah Lebih Kejam dari Pembunuhan

Presiden RI keenam yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan pemaparan saat menggelar jumpa pers di kediamannya, Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Presiden RI keenam yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan pemaparan saat menggelar jumpa pers di kediamannya, Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pihak intelijen untuk akurat dalam menyikapi setiap situasi, seperti aksi unjuk rasa besar pada 4 November mendatang. SBY menilai sangat berbahaya jika intelijen memberikan informasi bahwa rencana aksi pada 4 November mendatang digerakkan atau didanai oleh pihak tertentu.

"Kalau dikaitkan situasi sekarang, jika ada analisis intelijen seperti itu (menuduh) saya kira berbahaya. Berbahaya menuduh seseorang atau kalangan atau partai politik melakukan seperti itu (mendanai unjuk rasa). Itu fitnah, I tell you fitnah lebih kejam dari pembunuhan dan sekaligus itu penghinaan," tegasnya di Cikeas, Rabu (2/11).

SBY menekankan intelijen harus akurat dalam menyikapi setiap situasi termasuk pertemuan politik. Intelijen tidak boleh ngawur dan main tuduh. Menurutnya, banyak seruan agar unjuk rasa boleh dilakukan asalkan tidak menggunakan cara-cara kekerasan dan pengrusakan. Bagi SBY, unjuk rasa di era demokrasi adalah unjuk rasa damai dan tidak anarkistis.

SBY melanjutkan, di era kepemimpinannya selama 10 tahun menjadi Presiden juga banyak unjuk rasa dilakukan, tetapi pemerintahan tidak jatuh, bahkan ekonomi tetap tumbuh dan pemerintah tetap bisa bekerja. "Saya tidak alergi dengan unjuk rasa, saya telah buktikan selama 10 tahun," ucapnya.

Ia mengingatkan peristiwa Arab Spring saja tidak ada yang mengomandoi. Semua terjadi karena perkembangan teknologi dan viral media sosial. SBY kemudian memberikan pandangannya terkait rencana unjuk rasa 4 November 2016.

Dia menyarankan agar seluruh pihak menyerahkannya kepada penegak hukum. "Mari bertanya sebenarnya apa masalah yang kita hadapi ini, dan mengapa di seluruh Tanah Air rakyat melakukan protes dan unjuk rasa. Tidak mungkin tidak ada sebab, maka mari lihat dari sebab-akibat," ujar dia.

Menurut SBY, tidak mungkin rakyat akan unjuk rasa untuk bersenang-senang atau berjalan-jalan ke Jakarta, melainkan pasti karena ada tuntutan yang tidak didengarkan. "Kalau tuntutan rakyat sama sekali tidak didengar, sampai lebaran kuda tetap ada unjuk rasa. Mari bikin mudah urusan ini, jangan dipersulit. Mari kembali ke kuliah manajemen dan metode pemecahan persoalan, itu kuliah semester satu manajemen kepemimpinan," tuturnya.

Dia mengatakan Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama dianggap menistakan agama, dan penistaan agama itu secara hukum tidak boleh dan dilarang. Di Indonesia sudah ada yurisprudensi serta preseden, yang menyebut urusan semacam ini, dan yang bersalah sudah diberikan sanksi.

"Jadi kalau ingin negara tidak terbakar amarah penuntut keadilan Pak Ahok, ya mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Penegakan hukum juga harus transparan dan adil, jangan direkayasa. Jika proses penegakan hukum berjalan benar, adil, transparan dan tidak direkayasa, rakyat juga harus terima apapun hasilnya," jelas SBY.

Menurut SBY, semua persoalan terkait pernyataan Ahok, harus diserahkan ke penegak hukum. Dan kini bola ada di penegak hukum.

Baca juga:  SBY: Jangan Curigai Pertemuan Politik Nonkekuasaan

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement