REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Seorang pejuang tanpa limbah (zero waste) asal Amerika Serikat (AS) Prof. (em). Paul Connett, PhD dan pegiat zero waste asal Asia, Froilan Grate datang berkunjung ke Kota Surabaya, Jawa Timur, mengenalkan solusi pengelolaan sampah.
Kunjungan mereka ke Kota Surabaya ini menjadi ajang untuk memperkenalkan strategi zero waste kepada masyarakat. Hal ini juga untuk memberikan wawasan masyarakat luas tentang peningkatan pengelolaan sampah.
Mereka berdua berada di Indonesia pekan ini dalam rangka kegiatan 'Zero Waste Hero Tour' yang berlangsung pada 22 Oktober - 4 November 2016. Selain itu, Prof. Paul Connett dan Froilan Grate memberikan kuliah umum di Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan judul 'Mengatasi Persoalan sampah Kota Surabaya dengan Strategi Circular Economy dan Visi Zero Waste' pada Senin (31/10).
Dalam public speaking tersebut Prof. Paul Connett bicara tentang konsep ekonomi melingkar (circular economy).
''Paradigma pengelolaan sampah, yang hanya menekankan aspek sanitasi dan pengolahan di hilir, harus diubah menjadi pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan,'' ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (1/11).
Ia menambahkan, pola-pola konsumsi dan produksi abad ke-21 harus disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya alam, penghematan energi. Selain itu, menghindari bencana ekologis akibat perubahan iklim dan polusi bahan toksik.
Untuk itu sistem ekonomi perlu diubah dari pola ekonomi linier menjadi ekonomi melingkar dengan desain produk yang lebih bersahabat dengan lingkungan, melakukan pengomposan, mendaur ulang, dan menggunakan ulang. ''Agar ekonomi dapat bersiklus, pemerintah kota perlu mengembangkan sistem edukasi, kelembagaan serta berbagai aspek kepemerintahan lainnya yang memampukan sistem ekonomi melingkar,'' katanya.
Paul Connett juga bertemu dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada Sabtu (29/10) untuk mendiskusikan strategi pengelolaan sampah dan ekonomi melingkar (circular economy). Sementara di Indonesia, anjuran pengelolaan sampah dengan konsep minimisasi dan pengurangan di sumber sebenarnya sudah dimandatkan dalam Undang-undang (UU) No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.
UU No.18/2008 juga mengamanatkan setiap kota untuk melakukan pemilahan sejak di sumber, meningkatkan pengomposan sampah organik di tingkat kawasan, dan memisahkan material yang akan didaur ulang untuk diolah menjadi produk baru.
Sementara itu, Froilan Grate berbagi pengalaman tentang model yang dikembangkan di Filipina, oleh Mother Earth Foundation yang telah berjalan di hampir 250 kelurahan. ''Model zero waste ini menitikberatkan pada pengelolaan sampah sejak dari sumber; sampah sudah dipisahkan sejak awal dan kemudian dikelola oleh kelurahan,'' katanya.
Ia menambahkan, Undang-Undang Pengelolaan sampah di Filipina mengharuskan setiap kelurahan menjalankan sistem pengumpulan sampah terpilah dan sarana pemulihan material. Pemerintah kota bertanggung jawab untuk mengangkut material residu, sampah yang tidak dapat dikompos atau di daur ulang.
''Konsep tersebut dapat dijalankan dalam waktu singkat, mengurangi sampah yang harus dikirim ke tempat pemrosesan akhir (TPA) lebih dari 80 persen, menghasilkan peningkatan kesejahteraan petugas pengumpul sampah dan menghemat pengeluaran pengangkutan sampah dan tipping fee TPA secara signifikan,'' ujarnya.