Ahad 30 Oct 2016 06:33 WIB

Pengamat: Demo 4 November Bisa Bikin Masyarakat tak Simpatik

Sejumlah massa yang tergabung dalam Generasi Muda Jabar melakukan unjuk rasa terkait penistaan Alquran oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di depan halaman Gedung Sate Bandung, Kota Bandung, Jumat (28/10). (Republika/Mahmud Muhyidin)
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah massa yang tergabung dalam Generasi Muda Jabar melakukan unjuk rasa terkait penistaan Alquran oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di depan halaman Gedung Sate Bandung, Kota Bandung, Jumat (28/10). (Republika/Mahmud Muhyidin)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhadjir Darwin mengingatkan para pendemo yang rencananya akan melakukan aksi besar-besaran pada Jumat (4/11), untuk mengedepankan ruang dialog dan argumentasi.

"Kami mengingatkan para pendemo untuk mengedepankan dialog dan argumentasi, agar tercipta dialog dan negosiasi yang dingin serta rasional," ujar dia, di kampus Program Doktor Studi Kebijakan UGM, Yogyakarta, Sabtu (29/10).

Ia mengatakan, jika aksi demo massa itu dilakukan tanpa mengedepankan dialog dan argumentasi, maka dapat disebut sebagai tirani massa, karena tuntutan yang diajukan bersifat mutlak. Kekuatan massa, katanya, telah digunakan sebagai faktor penekan atau pressure, bukan logika atau argumentasi.

Menurut dia, cara aksi demo bukanlah cara yang fair, cara manis, cara simpatik, untuk mencegah seorang calon terpilih, namun cara tersebut merupakan cara otoriter yang bisa dilakukan baik oleh penguasa maupun oleh massa yang berperilaku tirani.

"Cara seperti ini tidak pernah akan populer, baik jika itu dilakukan oleh penguasa atau oleh massa. Cara seperti itu justru akan mengundang sikap benci dari kalangan orang yang tidak setuju pada pesan yang dituntut dalam demo tersebut," ujar Muhadjir.

Menurutnya, aksi demo tidak memiliki ruang untuk terjadi dialog dan penyesuaian pendapat. "Itu justru akan membuat publik menjadi kurang simpati pada kelompok pendemo. Tetapi juga sekaligus aksi demo itu akan menjadi kampanye gratis bagi calon yang mereka demo," kata dia.

Lebih jauh, kata Muhadjir, secara mayoritas penduduk Jakarta beragama Islam, namun dalam jajak pendapat yang dilakukan ternyata masih lebih banyak yang pro pada Ahok. Artinya, secara tidak langsung itu berarti umat Islam di Jakarta tidak setuju terhadap pesan yang disuarakan oleh para pendemo, katanya.

"Artinya demo dengan mengatasnamakan Islam, sebenarnya tidak mengatasnamakan mereka, karena tidak mewakili suara mayoritas umat Islam di Jakarta," ujar Muhadjir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement