Sabtu 29 Oct 2016 14:34 WIB

Nelayan yang Menikmati Keuntungan Program Konversi Elpiji

Red: Ilham
Seorang nelayan menyalakan mesin perahu yang telah dikonversi menggunakan bahan bakar elpiji.
Foto: Antara
Seorang nelayan menyalakan mesin perahu yang telah dikonversi menggunakan bahan bakar elpiji.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Ratusan nelayan di Cirebon, Jawa Barat sudah mengikuti program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke elpiji (LGP). Program yang diinisiasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini disambut antusias oleh nelayan kecil.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Wisono mengatakan, program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) yang diadakan dua kementerian bekerja sama dengan PT Pertamina tersebut diikuti sebanyak 229 nelayan. Semua nelayan, kata dia, mendapatkan mesin dan konverter lengkap, serta dua tabung gas melon dari pemerintah.

Program yang sudah berjalan pada Agustus lalu itu, sempat dipandang sebelah mata oleh beberapa nelayan. Dia mengatakan, ketika dilakukan pendataan, ada yang enggan untuk menyerahkan kartu nelayan, buku catatan kapal, dan CV dalam bentuk dokumen legal.

Namun, ketika nelayan yang tertib mendapatkan bantuan dari pemerintah, sambung dia, nelayan yang tidak ikut program itu baru tersadar dan malah meminta namanya didaftarkan. Untuk mengatasi hal itu, ia meminta nelayan yang belum mengikuti program konversi untuk bersabar agar bisa mendapatkan bantuan pada tahun depan.

"Mereka semua antusias. Dikasih baling-baling saja senang, apalagi dikasih peralatan bantuan lengkap," katanya kepada Republika.co.id, Sabtu (29/10).

Menurut Wisono, program konversi harus diakui sangat menguntungkan nelayan. Pasalnya, selama ini para nelayan kerap harus mengeluarkan ongkos besar untuk pembelian premium atau solar. Padahal, mesin kapal yang menggunakan BBM dikenal boros. Dengan berganti menggunakan elpiji, kata dia, nelayan merasa bisa menekan pengeluaran untuk pembelian bahan bakar.

Selama ini, ia mengetahui, biaya operasional nelayan cukup tinggi, dan kehadiran mesin yang menggunakan elpiji membuat pendapatan mereka meningkat. "Ini kebijakan terobosan, nelayan kecil yang melaut dengan kapal di bawah tiga grosston sangat terasa dampak penghematannya," ujarnya.

Wisono menjelaskan, hasil penggunaan mesin elpji lebih hemat bukan sekadar klaim semata. Dia mengungkapkan, Dinas Perikanan dan Kelautan Cirebon menggandeng salah satu lembaga penelitian Universitas Indonesia (UI). Ternyata, setelah dilakukan kajian, konsumsi BBG itu lebih rendah 55 sampai 60 persen dibandingkan kalau menggunakan BBM.

Selain itu, tambah dia, keuntungan lainnya adalah mesin kapal tidak lagi menghasilkan polusi udara dari hasil pembakaran BBM. Menurut dia, berkurangnya polusi hasil pembakaran mesin kapal ketika masih menggunakan BBM jelas keuntungan tidak ternilai bagi kualitas kehidupan masyarakat. Hanya saja, lanjut Wisono, pemerintah perlu menggencarkan sosialisasi kepada para nelayan terkait keuntungan menggunakan BBG.

Dia mendengar, pada 2017, Kementerian ESDM dan KKP akan mengadakan pemberian bantuan mesin konverter dan tabung gas melon untuk 15 ribu nelayan kecil. Wisono memang belum mengetahui berapa alokasi bantuan untuk nelayan di Cirebon. Namun, ia tidak memungkiri, masih saja ada nelayan yang takut menggunakan gas elpiji.

"Ada yang takut meledak atau apalah itu. Memang ada ketakutan, untuk itu sosialisasi diperlukan agar nelayan sadar bahwa menggunakan gas melon itu malah aman dan lebih hemat," ucapnya.

Dia juga meminta kepada PT Pertamina untuk selalu menyediakan pasokan tabung gas melon khusus untuk nelayan. Dia tidak ingin, ketika nanti semakin banyak nelayan yang beralih meninggalkan BBM berganti BBG, ternyata ketersediaan gas melon di agen tidak lancar. "Pertamina sebenarnya sudah sangat baik dalam penyediaan tabung melon ini, tapi perlu diantisipasi karena pasti pemakaian meningkat nantinya," ujar Wisono.

Area Manager Communication and Relations PT Pertamina Region Jawa bagian Barat, Yudi Nugraha mengatakan, perusahaannya sangat mendukung ide-ide baru untuk pemberdayaan, terutama yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena itu, ia mengharapkan program konversi penggunaan BBM ke BBG di kalangan nelayan dapat dimasifkan lagi.

Hanya saja, ia menyadari, kebijakan itu tentu menunggu keputusan pusat dan adanya alokasi anggaran. "Diharapkan dengan adanya program ini. Penghasilan bisa bertambah dari komponen biaya BBM yang bisa lebih dihemat," ujarnya.

Menurut dia, manfaat yang didapat nelayan selanjutnya adalah proses pembakaran mesin kapal yang minim polusi. Dengan beralih memakai elpiji, pihaknya merasa terbantu dalam mewujudkan pengurangan pencemaran limbah udara. Yudi menyatakan, kalau menggunakan bahan bakar premium atau solar, tentu kepulan asap yang dihasilkan cukup mengganggu kualitas lingkungan. "Gas itu ramah lingkungan," ujarnya.

Sekjen Serikat Nelayan Indonesia Budi Laksana mengatakan, program konversi ini bagus bagi nelayan. Hanya saja, ia meminta pemerintah memerhatikan ketersediaan pasokan elpiji yang khusus digunakan untuk nelayan melaut. Menurut dia, tidak sedikit nelayan yang kadang harus berebut BBM ketika distribusi di lapangan tidak lancar.

Pihaknya tidak ingin, ketika nelayan sudah berkenan menggunakan BBG, malah ketersediaan gas melon untuk nelayan harus berbagi dengan masyarakat umum. "Karena selama ini, kita pakai solar atau premium saja, nelayan sulit mengaksesnya. Alternatif (konversi) ini bagus kalau kendalanya bisa diatasi," katanya.

Menurut Budi, pemerintah hendaknya memasifkan program itu supaya tidak berhenti pada tataran wacana semata. Pasalnya, dibutuhkan komitmen dari pusat sebagai payung hukum agar program konversi bisa berkelanjutan. "Tentu saja nelayan membutuhkan masa transisi terkait keamanan dan kenyamanan. Selama ini, nelayan di tengah laut juga memasak. Keamanan memakai gas ini juga harus diperhatikan," katanya.

Budi melanjutkan, meski memberi efek bagus terkait efisiensi, namun ada beberapa laporan dari nelayan yang mengeluhkan daya dorong mesin yang menurun dibandingkan ketika masih memakai BBM. Dia tidak ingin masalah itu nantinya berkembang luas. Padahal, nelayan harus diakui sangat terbentu dan mendukung kalau memang program konversi dilaksanakan secara nasional.

"Jadi dorongan kapal tak terlalu kuat terhadap perahu. Nelayan bilang tenaga mesin kurang kencang. Ini saya kira perlu dibenahi. Kalau nelayan sudah mau, saya kira tinggal kesiapan pemerintah mengantisipasi jika program ini sudah berjalan harus ada," katanya.

Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin mengatakan, perkembangan program konversi untuk mesin kapal nelayan kecil yang dicanangkan pemerintah, belum menunjukkan kabar menggembirakan. Kajidin yang membawahi sekitar 4.000 nelayan yang beroperasi di Indramayu, Cirebon, dan laut utara Jawa sekitarnya mengatakan, sosialisasi penggunakan BBG untuk mesin kapal perlu diintensifkan terlebih dulu. Dia menyatakan, nelayan di Indramayu belum mengikuti program itu lantaran khawatir terkait keamanan penggunaan tabung gas melon.

Dia menyatakan, adanya kasus nelayan yang tengah melaut dan tiba-tiba bermasalah dengan elpiji yang meledak membuat nelayan masih berpikir dua kali untuk ikut program konversi. "Pertama memang nelayan barangkali belum mengerti risikonya. Kedua, nelayan mau saja beralih menggunakan gas, tapi harus ada sosialisasi terkait manfaat dan kegunaannya agar mereka paham terlebih dulu," katanya.

General Manager Marketing Operation Region (MOR) III Pertamina, Jumali mengatakan, perusahaannya akan memberikan alokasi khusus untuk nelayan serta membentuk pangkalan khusus, serta koperasi nelayan agar memudahkan nelayan membeli elpiji tiga kilogram. Jumali berharap, pasokan elpiji melon disediakan pangkalan koperasi nelayan ini, tidak dijual keluar. Dengan begitu, ke depan kebutuhannya akan terjamin dan terpenuhi.

Tentu saja harga jualnya disesuaikan dengan ketentuan Pemkab Cirebon. "Saya tanya, Rp 15 ribu per tabung 3 kg, dibanding Solar jauh lebih murah dan sangat menguntungkan nelayan?" ujarnya. Hal itu lantaran berdasrakan pengakuan nelayan, mereka bisa berhemat biaya bahan bakar untuk sekali melaut yang biasanya Rp 100 ribu menjadi hanya Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu, setelah mesin perahunya beralih menggunakan elpiji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement