REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pemerintah Kota (Pemkot) Depok terus berupaya mensosialisasikan tentang pengelolaan sampah. Hal ini dilakukan untuk menjadikan kota berpenduduk sekitar 2,3 juta jiwa itu menjadi Zero Waste City atau Kota Bebas Sampah. "Ini program prioritas atau unggulan kami. Depok ingin jadi kota yang bersih, indah, dan nyaman," ujar Wali Kota Depok Mohammad Idris A Shomad di Balaikota Depok, Selasa (25/10).
Menurut Idris, program ini sesuai target pemerintah pusat yang menginginkan Indonesia bersih pada 2020. Sesuai amanat UUD no 18/2008 tentang pemberdayaan sampah yang diperkuat dengan Perda no 5/2012. "Untuk menangani permasalahan sampah, kami akan terus melakukan berbagai tindakan agar lima tahun ke depan Depok dapat terbebas dari sampah," katanya.
Idris mengatakan tidak mudah untuk mewujudkannya. Dibutuhkan dukungan dari masyarakat dan instansi terkait serta masyarakat untuk tertib dalam membuang sampah serta terbiasa dengan pemilahannya. Mengingat seiring bertambahnya penduduk, maka jumlah sampah akan terus meningkat.
"Saat ini tiap hari sampah di Depok jumlahnya 1.250 ton per hari, sedangkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Cipayung, hanya bisa menampung 750 ton per hari. Karena itu, Pemkot Depok memberikan bantuan dana sebesar Rp 200 juta untuk mengatasi persoalan sampah," ungkap Idris.
Idris mengatakan meningkatnya jumlah sampah juga dipengaruhi oleh perubahan perilaku hidup manusia. Contohnya, dahulu masyarakat menggunakan popok kain untuk bayi tetapi sekarang menggunakan popok sekali pakai atau pampers. Dengan perubahan perilaku tersebut, setiap harinya produksi sampah dapat mencapai 10 ribu ton.
"Saya berharap masyarakat harus mulai peduli terhadap keberadaan sampah minimal di lingkungan sekitarnya untuk melakukan pemilahan sampah. Untuk sampah organik, diolah menjadi pupuk, sedangkan sampah non-organik dapat dibawa ke bank sampah untuk dilakukan daur ulang. Selanjutnya, sampah residu diserahkan ke TPA," harapnya.
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok, Etty Suryahati menjelaskan, dari total produksi sampah sebanyak 1.250 ton per hari, sekitar 60 persen sampah masih bersifat organik. Sedangkan sisanya adalah sampah non-organik, termasuk sampah plastik. "Setiap satu orang berkontribusi pada konstribusi sampah sebesar 0,5 hingga 0,7 Kg per hari," ucap Etty.
Ketergantungan warga terhadap penggunaan popok bayi sekali pakai dan tisu yang cukup tinggi memberikan kontribusi terhadap sampah. "Bayangkan jika ada 10 ribu bayi di Depok maka sehari produksi sampah popok ada berapa dalam sehari, bahkan, usia anak lims tahun masih ada yang masih pakai popok. Untuk penggunaan tisu juga harus dikurangi. Padahal dulu warga masih membawa sapu tangan ke mana-mana. Solusinya, bisa dimulai dari rumah, restoran, pelaku usaha," urai Etty.
Etty berharap warga mau mengurangi produksi sampah dengan cara pemilahan sampah di rumahnya. Sampah organik bisa dijadikan pupuk. Jika pemilahan sampah dilakukan sejak dulu maka TPA tidak akan penuh seperti sekarang.
"Saat ini sekitar 60 persen RT RW sudah tersentuh pemilahan sampah. Target setiap wilayah di Depok melakukan upaya pemilahan sampah," kata Etty.