REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ribuan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (FSPMI) Pelabuhan Tanjung Perak melakukan aksi mogok massal pada Senin (24/10) mulai pukul 08.00 WIB. Aksi mogok massal yang digelar di empat terminal wilayah Pelabuhan Tanjung Perak ini direncanakan dilakukan dua hari sampai Selasa (25/10).
Kordinator Aksi perwakilan FSPMI Abdus Salam menyatakan para tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Perak menolak pelaksanaan berita acara antara Koperasi TKBM dengan PT Pelabuhan Indonesia III yang menerapkan sistem presensi bagi TKBM. Salam menyatakan, buruh bongkar muat, merasa dirugikan dengan sistem pembayaran upah berdasarkan kehadiran yang diterapkan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) milik Pelindo III. Peraturan yang mengacu pada kesepakatan bersama pada tanggal 1 Januari 2016 dan ditindaklanjuti melalui berita acara ditandatangani pada 18 Oktober 2016 tersebut diberlakukan mulai Senin ini.
Menurutnya, selama ini pekerja bongkar muat menjalankan tugasnya secara beregu. Tarif regu kerja tersebut juga diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor 35 tahun 2016. Ia menilai keputusan PBM tersebut sepihak. Sistem kerja regu dinilai adil karena mengedepankan produktivitas. Sehingga, memberikan keuntungan atau insentif lebih kepada buruh karena dapat menghemat tenaga kerja yang hadir.
"Biasanya proses bongkar satu kontainer yang dialokasikan untuk 10 orang dapat dikerjakan cukup dengan delapan orang. Sisanya untuk insentif tenaga kerja yang datang. Yang penting kan, pekerjaan beres dan pengguna jasa tidak keberatan," kata dia, kepada wartawan.
Sementara jika menggunakan sistem presensi dinilai merugikan pekerja karena insentifnya kurang. Selain itu, sistem baru ini dinilai bakal menghilangkan koordinasi kerja yang melibatkan mandor. "Kami dihitung seperti mesin, bukan beregu lagi. Tidak ada kebersamaan," ujarnya.
Para pekerja bongkar muat tersebut juga menolak PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak sebagai perusahaan Bongkar Muat lantaran tidak tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI). "Kami menolak Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KP 88 tahun 2011, khususnya diktum kedua huruf g," ungkapnya.
Dalam Peraturan Menteri tersebut, Pelindo III selaku operator pelabuhan diperbolehkan melakukan kegiatan penyediaan atau pelayanan jasa bongkar muat barang.