REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa persoalan di bidang kesehatan masih mewarnai dua tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Misalnya saja terkait besaran anggaran kesehatan yang tidak berbanding lurus dengan capaian di bidang kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan saat ini masih banyak jumlah angka anak pendek karena kekurangan gizi (stunting) yang mencapai 30 persen padahal merujuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka ideal di bawah 20 persen. Di samping itu, masih tingginya laju pertumbuhan penduduk. Mestinya jika 2030 Indonesia akan memaksimalkan bonus demografi, maka syarat utama penduduknya harus sehat.
"Jika tidak sehat justru akan menjadi beban. Oleh karena itu, masalah-masalah tersebut harus segera diselesaikan," ujarnya, Senin (24/10).
Meski begitu, dia mengapresiasi alokasi anggaran kesehatan di era Pemerintahan Jokowi telah memenuhi amanat Undang-Undang, yakni melebihi angka 5 persen dari APBN atau mengalami kenaikan sebesar 182 persen dari anggaran sebelumnya.
Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut mengatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih memiliki banyak tunggakan aturan turunan pelaksana UU berupa peraturan pemerintah (PP) yang belum dituntaskan. Seperti PP yang terkait turunan UU Kesehatan Jiwa, PP terkait UU Rumah Sakit tentang rumah sakit yang menolak pasien, serta PP tentang Doker Layanan Prima (DLP) sebagaimana amanat UU Pendidikan Kedokteran (Dikdok). Menurut Okky, sejumlah utang regulasi dari pemerintah tersebut pada akhirnya mengakibatkan kerja di sektor kesehatan pemerintahan Jokowi tidak maksimal.
"Semestinya Presiden dapat mengontrol para pembantunya untuk bergerak cepat dalam kerja legislasi," kata dia.
Kemenkes pun sampai saat ini belum memiliki kebijakan yang sifatnya terobosan. Justru yang menonjol dari kementerian kesehatan ini hanya meneruskan kebijakan yang lama. Semestinya, kata Okky, dengan alokasi anggaran yang meningkat, terdapat kebijakan terobosan yang memiliki daya ubah yang nyata.
Seperti, mengapa Presiden tidak menerbitkan dokter inpres untuk menempatkan dokter atau tenaga kesehatan di luar Jawa atau daerah terdepan. Karena faktanya masih ada disparitas dokter atau tenaga kesehatan antara Jawa dan Luar Jawa. Sebab faktanya program "Nusantara Sehat" yang digulirkan pemerintah sepi peminat.