Kamis 20 Oct 2016 14:47 WIB

Gayus: Lambatnya Reformasi Hukum Jokowi karena Warisan

Topane Gayus Lumbuun
Foto: Republika/Wihdan
Topane Gayus Lumbuun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama dua tahun ini dinilai lambat dalam melakukan reformasi hukum. Namun demikian, hal itu karena masih adanya warisan para pejabat yang memimpin di lingkungan peradilan kebanyakan orang-orang jahat.

"Praktik dunia peradilan kini masih banyak yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme membuktikan kebenaran pendapat para pengamat bahwa pemerintahan Jokowi tidak mudah melakukan reformasi hukum selama masih adanya pejabat lama yang bercokol dalam pemerintahannya," kata anggota Hakim Agung, Topane Gayus Lumbuun, dalam diskusi hukum, dua tahun pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta, Kamis (20/10).

Gayus yang mengutip pendapat Jeffry Winter, pengamat politik dan hukum dari Northwestern AS menyebutkan, ketika Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai presiden RI ke-6, Jefry mengatakan, reformasi memang berhasil membawa Indonesia sebagai negara cukup demokratis. Namun sayangnya tidak diikuti oleh penguatan pada reformasi hukum, sehingga jika hal itu tidak dilaksanakan maka akan mewarisi pada pemerintahan berikutnya.

Oleh karenanya, kata Gayus, pendapat itu membuktikan kondisi kini bahwa belum berjalannya reformasi hukum seperti yang disampaikan Jokowi dalam Nawa Citanya, karena masih banyak orang-orang jahat yang kini masih berada di lingkup kekuasaan khususnya di kalangan pengadilan," katanya.

Diskusi Dua Tahun Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang dilaksanakan oleh Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) dengan tema, "2 Tahun Pemerintahan Jokowi - JK Mengembalikan Marwah Indonesia Sebagai Negara Hukum Kilas Balik Mandegnya Nawa Cita Bidang Hukum." Diskusi yang diikuti oleh para dekan Fakultas Hukum, mahasiwa dan pengamat itu menampilkan empat pembicara.

Pembicara itu adalah Topane Gayus Lumbuun dari Hakim Agung Mahkamah Agung; Saldi Isra, guru besar Universitas Andalas; Faisal Santiago, Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Borobudur Jakarta; dan pengamat ekonomi dan politik, Ichsanuddin Noorsi.

Menurut Gayus, indeks penegakan hukum di Indonesia masih sangat rendah yaitu berada di tingkat 52 dari 102 negara dunia yang dilakukan survei. Oleh karenanya, setelah sukses melakukan berbagai program ekonomi, termasuk meluncurkan pengampunan pajak, Presiden Jokowi-JK akan mulai masuk mereformasi bidang hukum dalam pemberantasan korupsi dan pungutan liar yang masih menjamur di Indonesia.

"Jangan dilihat kecilnya nilai pungutan liar itu, tetapi hadirnya Jokowi dalam penangkapan pungli di lingkungan Kementerian Perhubungan belum lama ini hanya memberikan sinyal bahwa dia mulai masuk membereskan pungli-pungli itu karena untuk yang korupsi sudah didelegasikan ke KPK," kata Gayus yang juga mantan Komisi III DPR itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement