REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Indonesia memiliki lima ribu jenis anggrek dari total 30 ribu jenis anggrek yang ada di dunia. Namun dari jumlah itu belum semuanya dikembangkan secara optimal. "Indonesia mempunyai kekayaan biodiversitas yang tinggi, namun kita belum bisa mengembangkannya dengan optimal," kata Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Budi S Daryono, di Kampus UGM, Rabu (19/10).
Ia menjelaskan, Indonesia menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati yang cukup besar, termasuk tanaman anggrek. Budi menyebutkan, di sejumlah negara maju dunia, anggrek tidak hanya menjadi tanaman hias. Namun juga dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan seperti untuk biomedis dan obat herbal.
Sementara di Indonesia, dia mengatakan pemanfaatan tanaman anggrek masih belum dilakukan secara maksimal. Menurutnya, kedepan anggrek di Indonesia tidak hanya difokuskan sebagai bunga potong saja, namun dikembangkan pemanfaatannya dalam bidang yang lebih luas.
"Salah satunya dalam bidang kesehatan, pangan, dan lainnya. Intinya, anggrek harus diperluas pemanfaatannya sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku obat, herbal, serta jamu," ungkap Budi.
Tidak hanya itu, Budi mengatakan anggrek juga dapat dimanfaatkan untuk industri biomedis dan makanan. Serta bisa menjadi ekowisata tropis seperti di Singapura. Untuk mendukung pelestarian dan pengembangan anggrek, lanjut dia, khususnya anggrek endemis Merapi, Fakultas Biologi UGM bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman, Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) DIY, dan Taman Nasional Gunung Merapi, telah menggelar Festival Anggrek Vanda Tricolor, di Titi Orchid Nursery, Pakem, Sleman.
"Melalui kegiatan ini, diharapkan tanaman asli Merapi bisa dikenal masyarakat dan bisa ikut berperan serta dalam upaya pelestarian anggrek hutan Merapi," terang Budi yang seorang pakar anggrek.