Rabu 19 Oct 2016 17:38 WIB

Masyarakat Kecil Penentu Masa Depan Kemanusiaan

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kota. Ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Kota. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Transformasi sosial ikut mengambil peran dalam politik ekonomi suatu bangsa. Profesor Pengembangan Masyarakat di Victoria University Jim Ife mengatakan transformasi sosial saat ini dialami secara global, bukan hanya negara atau wilayah tertentu.

"Masyarakat marjinal atau masyarakat kecil dan kaum terpinggirkan menjadi penentu masa depan kemanusiaan, sehingga pengembangannya menjadi pusat transformasi sosial," ujarnya dalam International Conference on Social and Political Issues (ICSPI) di Sanur, Denpasar, Rabu (19/10).

Transformasi sosial, kata Ife juga memengaruhi dunia politik di sebuah negara. Oleh sebabnya perlu analisis mendalam tentang bentuk-bentuk baru dari kesenjangan sosial, pengucilan sosial, serta siapa yang terlibat di dalamnya, termasuk partisipasi politik di dalamnya.

Ife mencontohkan kekuatan masyarakat marjinal memengaruhi peta politik dalam pesta pemilihan umum (Pemilu) Amerika Serikat yang saat ini memanas. Dia mencontohkan pendukung dan pemilih calon presiden, Donald Trump.

Trump dalam salah satu pidatonya menyebut pemerintahan yang dipimpin Partai Demokrat justru lebih berbahaya dari situasi di Irak dan Afghanistan. Bahaya ini nantinya akan dirasakan kaum marjinal (inner cities) di AS.

Ada beberapa kota yang menjadi tempat hidup kaum minoritas di Negeri Paman Sam, seperti Bronx di New York City, South dan West Side di Chicago, Dorchester dan Roxbury di Boston, serta South Central di Los Angeles. Titik-titik ini diisi kelompok marjinal yang umumnya hidup melarat.

Trump mengatakan tinggal di kota-kota inner cities dipimpin seorang Demokrat lebih berbahaya ketimbang ikut berperang ke Irak dan Afghanistan. Trump menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat ini sebagai lumbung suara di pemilihan nanti. "Masyarakat marjinal berpotensi rasisme dan xenofobia," ujar Ife.

Xenofobia adalah ketidaksukaan atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain, atau yang dianggap asing. Ife menyoroti pentingnya mendukung keanekaragaman dalam berbangsa dan bernegara mengacu pada budaya. Dia juga lebih menekankan kerja sama, bukan kompetisi dalam pengembangan masyarakat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement