REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) enggan menjawab konfirmasi apakah Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta (KPU DKI Jakarta) sudah mengembalikan komputer dan laptop ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia kembali menegaskan komputer dan laptop tersebut bukan hibah dari pihak swasta atau pengembang.
Ia menjelaskan mekanisme komputer dan laptop itu bisa sampai ke KPU DKI Jakarta. Semua berawal dari keterlambatan Anggaran Pendapatan Agenda Belanja Daerah (APBD) yang terlambat. Biaya Bawaslu, KPU DKI Jakarta, dan pengamanannya ditanggung APBD.
"Nah APBD terlambat, kan orang sudah mau pakai nih, kita gunakan kewajiban rehab semua dari pengembang, ada kewajiban bayar uang nih yang KLB segala macam, jadi pakai uang itu untuk belikan. Jadi APBD-nya kita gak cadangkan lagi, sudah pakai," kata Ahok di Balai Kota, Rabu (19/10).
Ahok menjelaskan Pemprov DKI Jakarta memiliki sistem lain untuk pendanaan pembangunan selain menggunakan APBN dan APBD. Pemprov DKI Jakarta ternyata menggunakan kontribusi tambahan pengembang atau kewajiban pengembang.
"Jadi bukan Sampoerna nyumbang tapi Sampoerna membayar kewajiban dia pada DKI karena APBDP-nya terlambat. Baru jalan nih KPU, kita minta dia gantinya dalam bentuk komputer," katanya.
Selain itu, Ahok menyatakan komputer dan laptop yang dikirim tersebut melewati proses appraisal yakni sebuah proses pekerjaan seorang ahli di bidangnya dalam hal memberikan sebuah penilaian sebuah objek.
"Asetnya tetap dihitung DKI, malah lebih bagus hasilnya. Jadi semua kalau Rp 10 miliar, kalau lelang gak dapat. Kamu bandingkan lima tahun lalu, gak tahu berapa puluh miliar, " ujar Ahok.