REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan masih banyak praktik pungutan liar (pungli) di sektor importasi bea cukai. Hal ini didapat dari hasil kajian KPK terkait pencegahan dan monitoring sistem di Pemerintahan khususnya di sektor bea dan cukai.
"Kita sudah lakukan kajian terhadap importasi dan bea cukai, banyak hal yang ditemui di lapangan, kita kaji di Tanjung Priok, banyak sekali pungli," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (18/10).
Alexander mengungkap, selain pungli, hasil kajian KPK juga menemukan adanya dugaan keterlibatan sejumlah oknum Bea dan Cukai serta oknum aparat penegak hukum yang melindungi para penyimpang bea cukai dari pihak importir.
KPK pun menilai perlu dilakukan pembenahan sistem di sektor importasi maupun kepabeanan sebagai tindaklanjut dari kajian tersebut. Hal ini untuk memastikan proses masuknya produk-produk dari luar negeri dengan produk di dalam negeri berlangsung efektif.
"Agar produk dalam negeri tak ganggu, tak ada disparitas harga mencolok, lalu mencegah agar selundup dapat ditekan semaksimal mungkin untuk ciptakan daya saing," kata Alex.
KPK mengajak sejumlah pihak yang terkait langsung di sektor tersebut bersama dengan para penegak hukum untuk bersama-sama melakukan pembenahan. Pasalnya, perbaikan tidak akan bisa dilakukan jika tidak melibatkan pihak-pihak tersebut.
"Makanya kami tadi juga panggil pihak terkait importasi dari kebapebanan, pertanian, perhubungan, juga TNI-Polri. Tujuannya, supaya ke depan mampu benahi yang selama ini salah," kata Alex.