REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menawarkan tersangka kasus dugaan suap pekerjaan pembangunan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, Direktur Jenderal nonaktif Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono (ATB) untuk menjadi Justice Collaborator (JC).
Tawaran tersebut disampaikan, agar ATB mau bekerja sama dengan KPK dalam membongkar pihak lain, baik pihak pemberi maupun penerima suap Rp 20,074 miliar tersebut
"Informasi itu (menawarkan JC) sudah kami sampaikan ke publik (termasuk kepada ATB), untuk semua kasus," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Sabtu (26/8).
Adapun, selama dalam menjalani pemeriksaan, ATB disebut cukup kooperatif dan mau menceritakan perihal kepemilikan uang Rp20 miliar yang disita dari tangannya. Lebih lanjut Febri menjelaskan, untuk para tersangka yang ingin menjadi JC setidaknya ada sejumlah syarat yakni mereka harus membantu penegak hukum dalam membongkar kasus.
Sehingga, ATB harus mengakui perbuatan yang ia lakukan dalam kasus suap ini. Selain itu, ATB juga harus mau menjelaskan seluas-luasnya informasi yang sebenarnya terkait kasusnya, terutama keterlibatan aktor yang lebih besar. "Dan tentu itu akan kita pelajari," ujar Febri.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengungkapkan, selama tujuh bulan tim penyelidik KPK mengintai ATB. Pengintaian dilakukan karena KPK mencium adanya indikasi tindak pidana korupsi yang akan dilakukan ATB.
Ternyata, dalam waktu tujuh bulan ATB menimbun suap yang diberikan Komisars PT Adhi Guna Keruktama, Adhiputra Kurniawan (APK) di rumah dinasnya di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Jumlah suap yang ia timbun pun mencapai angka Rp 20,074 miliar. ATB pun mengakui suap tersebut ia gunakan untuk biaya operasional pribadinya.
ATB menuturkan, ia menimbun uang hingga Rp 20 miliar tersebut sejak 2016. Uang tersebut pun ia gunakan untuk kegiatan sosial. "Saya kadang-kadang ada kebutuhan yatim piatu, ada acara saya nyumbang. Ada juga gereja rusak saya sumbang. Ada juga sekolah rusak saya sumbang. Jadi untuk kebutuhan sosial, itu untuk operasional saya, tapi melanggar aturan," ujarnya.