REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI-P TB Hasanuddin menyatakan, kebijakan bebas visa lebih baik dihapus dan kembalikan ke kondisi semula. Sebab, kebijakan tersebut lebih banyak sisi negatif ketimbang positif.
"Ada lebih dari 100 negara yang diberikan bebas visa. Tujuannya memang baik agar mendatangkan turis sehingga menghasilkan devisa. Tetapi dalam perjalanan waktu itu diminta oleh komisi 1 untuk diadakan evaluasi setelah 1 tahun. Kita sekarang lagi persiapan evaluasi kebijakan itu oleh Kemenlu nanti," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (14/10).
Hasanuddin menjelaskan, ada sisi positif dan negatif dalam kebijakan itu. Positifnya, yakni akan banyak turis yang datang. Tapi, kata dia, ada juga negatifnya seperti bisa berpotensi terjadi penyelundupan narkoba dan tenaga kerja ilegal. "Nah ini akan kita evaluasi semuanya," kata dia.
Hasanudin menambahkan, dari hasil evaluasi nanti, perlu dibandingkan antara jumlah wisatawan yang datang dengan jumlah devisa yang masuk. Jika tidak seimbang, artinya lebih banyak merugikan pemerintah dan dampak negatifnya, menurut dia, lebih baik dikembalikan ke kebijakan semula.
"Misalnya dari negara ini malah ada yang membawa narkoba. Ya sudah kalau perlu kita kembalikan ke kebijakan semula. Bisa saja (dihapus), kalau misalnya lebih banyak negatifnya dari pada manfaatnya," tambah dia.
Untuk melihat adanya solusi alternatif yang lain, lanjut dia, tentu harus terlebih dulu melihat hasil evaluasi nanti selama setahun kebijakan itu diberlakukan. "Kalau misal banyak merugikannya ya apa manfaatnya. Lebih baik diubah, silakan datang ke Indonesia tapi visanya tidak bisa on arrival. Boleh datang, tapi bukan bebas visa. Mungkin visa biasa atau visa off arrival," kata dia.