REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto mencari jalan tengah mengatasi polemik Pasar Sentral yang bergulir sejak kebakaran yang pertama kali terjadi pada 27 Juni 2011, disusul kebakaran kedua 11 Januari 2014, dan terakhir 7 Mei 2014.
Akibat kebakaran itu ditaksir menimbulkan kerugian materil hingga Rp 2 Triliun dari tiga ribu lapak dan 130 ruko serta seribu lods milik pedagang kaki lima yang ludes dilahap si jago merah. Pertemuan yang membahas nasib ribuan pedagang pasar sentral telah digelar secara maraton oleh Wali Kota Danny Pomanto yang menghadirkan PT MTIR sebagai pengembang pasar sentral dan pedagang.
Bahkan pada Ramadhan 1437 Hijriah lalu, Wali Kota Danny Pomanto meninjau progres fisik pembangunan Pasar Sentral atau Makassar Mall yang saat itu telah mencapai 60 persen. Dari beberapa kali pertemuan yang digelar telah dipetakan tiga persoalan mendasar dalam penentuan harga. Perbedaan itu timbul disebabkan adanya perbedaan metode dalam penghitungannya.
Ada tiga elemen yang menjadi dasar penghitungan saleable area yaitu lods, lantai lima dengan peruntukan terminal, dan penyewa besar. Harga yang diperhitungkan oleh PT MTIR berbeda dengan perhitungan pedagang, dan pemerintah kota Makassar. Sementara hitungan dari pemerintah kota sama dengan Kadin Sulawesi Selatan.
Selain tiga hasil penghitungan harga (PT MTIR, pedagang, dan Pemkot Makassar - Kadin Sulsel) Universitas Hasanuddin yang juga urung rembug menyelesaikan polemik pasar sentral dengan menyodorkan hasil perhitungan yang berbeda dari ketiganya.
Pertemuan pun kembali digelar. Kali ini dihadiri oleh Wali Kota Danny Pomanto bersama Ketua Kadin Sulsel Zulkarnain, Rektor Unhas Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, perwakilan pedagang dan PT MTIR di Rektorat Unhas, Rabu 12 Oktober 2016. Hasilnya akan diserahkan ke Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada tanggal 14 Oktober 2016 nanti.
"Pemkot menghitung secara fair, terbuka, dan transparan," kata Wali Kota Danny Pomanto. Ia menegaskan pemerintah kota berada di tengah-tengah, tidak memihak.