Selasa 11 Oct 2016 22:39 WIB

Fadli Zon: Proses Hukum Dugaan Penistaan Agama Dilanjutkan

Red: Ilham
Wakil Ketua DPR Fadli Zon
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menilai proses hukum atas dugaan penistaan agama yang dilakukan calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama harus dilanjutkan. Walaupun Ahok sudah meminta maaf.

"Meskipun Ahok sudah melakukan permintaan maaf atas ucapannya sendiri, tetapi proses hukum harus tetap berlangsung," katanya di Gedung Nusantara, Jakarta, Selasa (11/10).

Dia mengatakan, jika proses hukum berhenti dikhawatirkan akan ada masalah-masalah lain yang terkait kasus penistaan agama. Menurut dia, langkah itu dalam upaya menegakkan hukum sehingga harus adil termasuk dugaan menistakan agama.

"Kita ini mau menegakkan hukum, ini harus adil, termasuk diduga yang menistakan agama atau ajaran agama apapun harus diproses secara hukum dan itu tidak cukup dengan hanya permintaan maaf," ujarnya.

Sementara itu, Fadli menegaskan, mendukung langkah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah mengeluarkan pendapat dan sikap mengenai ucapan Ahok yang telah menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51. "Saya setuju, Ahok telah menistakan agama dengan menyinggung surat Al-Maidah ayat 51, kalau orang yang mengerti bahasa Indonesia sudah sangat jelas," katanya.

Sebelumnya, Ahok meminta maaf kepada umat Islam soal perkataannya yang mengutipkan Surat Al-Maidah ayat 51 di hadapan warga Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Ahok mengakui ucapannya menimbulkan kegaduhan dan menyinggung perasaan umat Islam. "Yang pasti, saya sampaikan kepada umat Islam atau orang yang tersinggung, saya mohon maaf," kata Ahok di Jakarta, Senin (10/10).

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan, pertama Alquran surah Al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin.

Ayat itu menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin.

Kedua, ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin Muslim adalah wajib. Ketiga, setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surat Al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.

Keempat, menyatakan bahwa kandungan surat Al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram, dan termasuk penodaan terhadap Alquran. Kelima, menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surat Al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.

Berdasarkan hal itu, maka MUI menilai pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan menghina Alquran dan atau menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement