REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permintaan maaf Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait surah Al Maidah ayat 51 dinilai patut dihargai. Ini berarti Ahok mengakui kekeliruannya yang menimbulkan gejolak, khususnya di kalangan umat Muslim.
"Artinya dia mengakui kesalahannya, dan kami berharap ke depan Ahok lebih berhati-hati dalam berbicara, apalagi yang menyangkut isu sensitif seperti isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan)," ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi kepada Republika.co.id, Senin (10/10).
Terkait persoalan hukum, MUI menyerahkan sepenuhnya pada aparat penegak hukum karena itu (dugaan penistaan agama) adalah delik pidana umum dan bukan delik aduan. Zainut pun mempersilakan aparat kepolisian untuk memprosesnya mengingat Indonesia adalah negara hukum. "Jika aparat hukum menemukan adanya bukti pelanggaran khususnya terkait dengan pasal penistaan agama, ya harus diproses hukumnya," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ahok telah meminta maaf kepada semua umat Islam terkait video berjudul 'Ahok: Anda Dibohongi Al-Quran Surat Al-Maidah 51'. Ia tidak bermaksud melecehkan agama Islam. Ahok juga mengatakan tindakannya selama ini tidak melecehkan umat Islam. Ia pun mencontohkan beberapa kebijakannya yang mendukung Islam seperti perizinan sekolah Islam yang dibantu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, termasuk kartu Jakarta pintar (KJP) Madrasah dan bangunan masjid.
Beberapa hari lalu, Ahok menjadi bulan-bulanan banyak pihak menyusul pernyataan kontroversialnya tentang surah Al Maidah ayat 51. Semuanya berawal dari beredarnya sebuah video di Youtube yang direkam pada acara pertemuan Gubernur DKI Jakarta dengan warga Pulau Seribu. Video tersebut dipublikasikan pada tanggal 27 September 2016. Dalam video tersebut, Ahok mengatakan bahwa masyarakat yang datang dalam acara tersebut dibohongi dengan memakai surat Al-Maidah 51.