REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI Achmad Basarah menilai ahistoris usul Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tentang amandemen UUD 1945 Pasal 6 ayat (1) agar syarat calon presiden adalah orang Indonesia asli pribumi. Usul itu menurut Basarah juga tidak sejalan dengan politik hukum negara yang ingin menghapuskan diskriminasi berlatarbelakang SARA.
“Usulan memasukkan kembali kalimat presiden ialah orang Indonesia asli selain ahistoria juga bersifat diskriminatif,” kata Basarah melalui keterangan tertulis kepada Republika Online Ahad (8/10).
Basarah mengatakan naskah asli (sebelum amandemen) Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 memang menyebutkan Presiden adalah orang Indonesia asli. Namun kehadiran pasal itu tidak dimaksudkan untuk membedakan hak antara pribumi dan nonpribumi dalam menempati jabatan tertinggi negara.
Kalimat dalam pasal itu lahir untuk mengantisipasi antisipasi ditunjuknya orang Jepang sebagai presiden Indonesia. Sebab saat itu kemerdekaan Indonesia memang masih berada di bawah bayang-bayang kekuasaan Jepang. “Dengan kata lain makna Indonesia asli adalah bukan orang asing atau lebih khususnya dalam konteks waktu itu adalah bukan orang Jepang,” ujar Basarah.
Basarah mengatakan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 kemudian diubah pada tahun 1999-2002. Landasannya karena frasa Indonesia asli rawan menimbulkan multitafsir yang oleh sebagian pihak dimaknai pribumi dan nonpribumi. Untuk itulah, lanjut Basarah, dilakukan rumusan yang lebih menjamin kepastian dan tidak menimbulkan multitafsir. “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri,” kata Wakil Sekretaris DPP PDI Perjuangan Bidang Pemerintahan ini.
Menurut Basarah jika frasa orang Indonesia asli yang kerap dimaknai sebagai pribumi, maka warga negara Indonesia keturunan Arab, Cina dan lain sebagainya, meskipun lahir dan menjadi warga negara Indonesia tidak dapat menjadi Presiden Indonesia. “Hal itu berarti tokoh-tokoh seperti Anis Baswedan, Alwi Shihab, Kwik Kian Gie, Jaya Suprana dan lain-lain tidak dapat menjadi Presiden Indonesia,”