REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) berupaya penuh melakukan percepatan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Direktur Pengembangan ITDC Edwin Darmasetiawan menyampaikan, proses pengembangan masih berjalan sesuai rencana, di mana proses perizinan dan investor sudah tidak ada masalah. Hanya saja ia mengatakan masih terdapat kendala, yakni pada pembebasan lahan yang diklaim oleh pihak-pihak tertentu.
"Dari total 1.171,01 hektar lahan yang ada, sebanyak 135,34 hektar lahan yang ada di 31 titik diklaim," ungkap Edwin di kantor cabang ITDC Tanak Awu, Lombok Tengah, NTB, Rabu (5/10).
Ia mengaku, telah membahas hal ini dengan sejumlah pemangku kebijakan mulai dari Pemerintah Provinsi NTB hingga Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian agar tidak berlarut-larut yang bisa menimbulkan kekhawatiran dari sisi investor.
Kepala Bidang Hukum dan Keamanan ITDC I Gusti Lanang Brata Sutha menjelaskan, sebagian besar dari 135,34 hektare lahan yang diklaim tersebut, sudah dilakukan pembayaran. Ia bahkan membeberkan hasil bukti pembayaran dan juga foto penerima pembayaran kepada awak media.
Brata menambahkan, banyak lahan yang diklaim pada dasarnya bukan merupakan tempat hunian, mengingat aturan-aturan yang berlaku seperti kemiringan lahan yang berada di bukit di kawasan itu.
Pada hari yang sama, Ketua Forum Pemilik Lahan Maresek, Tanjung, Muhammad Syubeki mendatangi kantor Gubernur NTB. Asisten I Gubernur NTB Agus Patria mengungkapkan, kedatangan pemilik lahan untuk menanyakan masalah ini kepada Gubernur NTB.
"Pemerintah Provinsi NTB berjanji akan segera menuntaskan sengketa lahan di area Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika tersebut," katanya di Kantor Pemprov NTB, Kota Mataram, NTB, Rabu (5/10).
Pihak Pemprov NTB akan melakukan mediasi antara pemilik lahan dengan ITDC guna mencari jalan keluar. Menurut Agus, masih terkendalanya soal lahan ini bisa mengakibatkan investor tidak yakin dalam menanamkan modalnya di kawasan tersebut.
Meskipun lahan yang telah dibebaskan jauh lebih banyak, namun lahan seluas 135 hektar sisanya cukup berpotensi mengganjal mengingat posisinya yang sangat strategis dan tersebar di 31 titik.