REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi II DPR mengadakan Rapat Kerja dengan Badan Pengawas Pemilu untuk mematangkan aturan mengenai larangan politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
"Memang kami sudah sekali rapat dan minta Bawaslu menyempurnakan rancangan peraturannya. Kami melihat Bawaslu pada rapat pertama belum mengakomodasi faktual-faktual yang terjadi di lapangan," kata Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy di Ruang Rapat Komisi II DPR, Jakarta, Selasa (4/10).
Lukman mencontohkan, ketika Bawaslu menetapkan istilah politik uang yang 'terstruktur, sistematis, dan massif (TSM)', Bawaslu harus menelusuri jumlah uang yang disebarkan ketika politik uang dipraktikan. Dia mengatakan, Komisi II DPR menginginkan peraturan Bawaslu ini tidak mengambang dan tidak multi-persepsi.
"Apakah yang dimaksud terstruktur menggunakan struktur pemerintah? Struktur mana yang digunakan? Kita ingin peraturan Bawaslu ini tidak mengambang, tidak multipersepsi dan ingin clear dijelaskan secara jelas termasuk definisi-definisinya," ujarnya.
Lukman mengatakan, Komisi II DPR menginginkan masing-masing pasangan calon dan tim suksesnya memahami definisi TSM termasuk terkait sumber-sumber pendanaan yang menjadi objek audit Bawaslu. Selain itu menurut dia, penerimaan dana kampanye sebelum masa kampanye harus juga diperjelas apakah menjadi objek audit atau tidak.
"Kami harap semua itu bisa diselesaikan dalam rapat hari ini," katanya.
Selain itu menurut Lukman, Komisi II DPR mendorong Bawaslu melarang adanya kampanye hitam di media sosial antar pasangan calon kepala daerah dengan membuat aturan yang tepat.
"Dalam PKPU maupun rancangan peraturan Bawaslu, kami sepakat bahwa akun sosmed yang digunakan resmi paslon harus resmi terdaftar. Kita tidak bisa menata sampai ke akun-akun yang liar," ujarnya.
Menurut dia, dengan pengaturan yang tepat seperti itu maka diharapkan bisa mengantisipasi adanya perang kampanye hitam.