REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, kesulitan dana untuk pengalokasian penanggulangan bencana banjir bandang. Hal ini akibat kebijakan pemerintah pusat yang menunda Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Garut.
"Penundaan DAU oleh pemerintah pusat kepada Pemkab Garut cukup menyulitkan penanggulangan bencana," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Garut, Iman Alirahman kepada wartawan di Garut, Ahad (3/10).
Ia menuturkan, bencana banjir bandang akibat luapan Sungai Cimanuk, Selasa (20/9), telah menimbulkan kerusakan rumah, fasilitas umum, bahkan korban jiwa dan ribuan warga harus mengungsi. Dampak bencana itu, kata dia, tentunya menjadi perhatian pemerintah untuk menanggulangi pascabanjir, termasuk menjamin hidup warga selama tinggal di pengungsian. "Sementara kemampuan keuangan daerah kurang," katanya.
Ia mengungkapkan, keuangan Pemerintah Kabupaten Garut sangat minim, sementara saat ini membutuhkan dana penanganan bencana. Terkait biaya tak terduga untuk penanggulangan bencana sebesar Rp 1,7 miliar, kata dia, hanya berbentuk angka, sementara uangnya belum ada di kas daerah.
"Dana sebesar Rp 1,7 miliar itu (biaya tak terduga) hanya angka saja, sedangkan uangnya tidak ada," katanya.
Iman mengaku Pemerintah Kabupaten Garut kebingungan untuk menyiapkan anggaran selama tanggap darurat, terutama pada saat pemulihan pascabanjir. Sementara Pemerintah Kabupaten Garut, lanjut dia, baru sebatas menyediakan anggaran tanggap darurat untuk proses pencarian dan penyelamatan korban sebesar Rp 500 juta.
Imam mengakui ada bantuan provinsi dan pusat untuk penanggulangan bencana, tetapi tidak semuanya. Pemerintah Kabupaten Garut tentunya harus menyiapkan juga untuk penanggulangan. "Kami di daerah juga harus menyiapkannya, seperti untuk pembelian tanah dan jaminan hidup para pengungsi," katanya.