Sabtu 01 Oct 2016 09:19 WIB

Repratiasi Pajak Hanya 13 Persen, Pemerintah Jangan Busungkan Dada!

Presiden Joko Widodo memantau pelayanan penerimaan laporan daftar kekayaan wajib pajak pada hari terakhir Program Tax Amnesty di Dirjen Pajak Pusat, Jakarta, Jumat (30/9).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Presiden Joko Widodo memantau pelayanan penerimaan laporan daftar kekayaan wajib pajak pada hari terakhir Program Tax Amnesty di Dirjen Pajak Pusat, Jakarta, Jumat (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejawat Menteri Keuangan sekaligus pejawat Dirjen Pajak Fuad Bawazier mengimbau agar pemerintah  tidak  membusungkan dada dengan  membandingkan keberhasilan program Tax Amnesty (TA) Indonesia dengan TA yang dilakuan di negara negara lain. Ini terindikasi dengan adanya stetmen dari pemerintah yang menyatakan bahwa TA Indonesia adalah yang paling sukses di dunia.

''Hal tersebut, yakni sikap membusungkan dada, tidak perlu ditampilkan ke publik karena ada tiga faktor yang harus diperhatikan sehingga membuat perbandingan itu kurang relevan. Apalagi ada target uang tebusan Rp 165 triliun yang baru tercapai Rp 97 triliun atau 59 persen) dan target repratiasi dana Rp 1000 trilun yang baru tercapai 130 triliun atau 13 persen,'' kata Fuad kepada Republika.co.id, Sabtu (01/9),

Pertama, lanjut Fuad tax ratio di negara-negara yang melakukan TA tersebut. Semakin rendah tax ratio-nya, semakin besar peluang suksesnya TA.

"Indonesia ini negara  dengan tax ratio yg amat rendah (11 persen). Sehingga logikanya TA akan lebih berpeluang suksesnya. Kelapa begitu? Sebab rendahnya tax ratio adalah indikasi banyaknya penggelapan pajak selama  ini terjadi. Makanya ketika di Indonesia ada peluang TA, logikanya banyak yg memanfaatkanya.

Kedua, rentang waktu dan scope TA dinegara-negara itu yg berbeda dg Indo sehingga perbandingan menjadi kurang relevan. Ketiga, PDB yg berbeda beda.  

"Indonesia adalah negara besar yang masuk kelompok negara G20 sehingga menjadi tidak tepat bila dibandingkan dengan negara yg berbeda PDB (product domestic bruto)-nya. Tugas utama pemerintah sekarang ini adalah focus pada pemulangan dana repatriasi dari Singapura yang masih banyak menghadapi kendala dan  tampaknya datang dari pihak pemerintah Singapura,'' ujarnya.

Berbagai kendala tersebut antara lain mempersulit pencairan dan pemulangan dana ke Indonesia serta melaporkan  peserta TA ke kepolisian Singapore. Ini karena jelas sekali Singapura  khawatir bila dana perbankannya kesedot ke Indonesia. "Para pengusaha ini kini mengeluh atas perlakuan  Singapura yg kurang bersahabat terhadap pengusahap-pengusaha Indonesia peserta TA yang ingin menarik dananya ke Indonesia.''

Untuk itu, Fuad mengimbau agar pemerintah perlu terus menasihati para pengusaha itu. Tujuannya agar lebih insaf dan sadar bahwa sebagai pengusaha WNI yang mendapatkan  rezekinya dan kaya dari Indonesia untuk menyimpan dananya juga di Indonesia, atau tidak menyimpan dananya di luar negeri. Apalagi mereka selama ini telah banyak fasilitas pajak dan berbagai fasilitas lainnya yang juga telah diberikan negara kepada para  pengusaha Indonesia tersebut.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement