Kamis 29 Sep 2016 00:41 WIB

'Yang Dirobohkan di Bukit Duri Bukan Hanya Rumah, Tapi Kehidupan'

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Dwi Murdaningsih
Warga menyaksikan alat berat yang menghancurkan sebuah rumah saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga menyaksikan alat berat yang menghancurkan sebuah rumah saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap menggusur rumah warga di Bukit Duri, Jakarta Selatan meski kini masih dalam proses gugatan hukum. Langkah ini dinilai bentuk arogansi dan kepongahan Pemprov DKI sekaligus pengangkangan terhadap hukum.

Anggota Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, warga Bukit Duri telah menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan bersama (class action) ke pengadilan terkait rencana penggusuran Pemprov DKI. Namun, cara damai itu justru digilas oleh kesewenang-wenangan Pemprov DKI yang meratakan rumah warga dengan tanah.

"Yang dirobohkan bukan hanya rumah, tapi juga kehidupan," kata Fahira dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/9).

Menurutnya, warga yang direlokasi ke rumah susun harus memeras otak untuk menghadapi tekanan hidup yang baru. Bukan hanya soal ongkos transportasi ke tempat kerja atau lokasi usaha mereka yang sekarang jauh. Mereka juga harus mencari cara agar bisa membayar biaya sewa rusun, tagihan listrik, belum lagi memikirkan anak yang harus pindah sekolah.

Fahira menyesalkan sikap Pemprov DKI. Sebab, kata dia, pengadilan telah menerima gugatan warga yang meminta Pemprov tidak melanjutkan pembangunan normalisasi Kali Ciliwung selama sidang berlangsung. Tapi, hal itu ternyata tak digubris oleh Pemprov.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement