Rabu 28 Sep 2016 17:45 WIB

'Rumah Saya di Bukit Duri Mungkin Sudah 100 Tahun'

Rep: MgRol81/ Red: Teguh Firmansyah
Warga menyaksikan alat berat yang menghancurkan sebuah rumah saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga menyaksikan alat berat yang menghancurkan sebuah rumah saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai penggusuran Kampung Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, warga terlihat tenang dan santai berbincang bersama tetangganya. Warga pasrah terhadap keputusan pemerintah yang menggusur rumah-rumah mereka.

Menurut Ketua RT 06 RW 12, Mulyadi, sebagian warga telah memutuskan untuk pindah ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Rawa Bebek, dan ada pula yang mengontrak rumah.

Dari 100 keluarga yang tinggal di RT 06 RW 12, masih ada 70 keluarga yang belum menyerah untuk menggugat pemerintah. Sementara itu, warga-warga di RT lain sudah pasrah dan mengambil rusunawa Rawa Bebek.

Meskipun masih menggugat pemerintah lewat jalur hukum, Mulyadi kini sudah memiliki kontrakan baru di daerah Poncol dan telah memindahkan semua barang ke kontrakan barunya. Namun hingga saat ini, ia masih tinggal di salah satu rumah tetangganya yang menjadi posko.

"Sampai sekarang saya belum pindah ke kontrakan karena saya masih berkewajiban untuk membantu warga-warga saya dan memantau keadaan di sini," ujar Mulyadi kepada Republika.co.id, Rabu (28/9).

Baca juga, Bukit Duri Tumbal Pembangunan Jakarta.

Tadi pagi, Mulyadi bersama puluhan warga Bukit Duri dan para mahasiswa melancarkan aksi damai sejak pukul 07.00 WIB. Penolakan mereka sampaikan dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan, salah satunya Indonesia Pusaka.

Mulyadi yang telah tinggal di Bukit Duri sejak 43 tahun lalu mengaku sangat mencintai daerah tersebut. Menurutnya, Bukit Duri telah menjadi tempat tinggal keluarganya sejak almarhum ayahnya lahir 80 tahun lalu.

"Itu rumah saya mungkin umurnya sudah seratus tahun," ungkap Mulyadi. "Saya sama tetangga sudah kayak saudara sendiri, makanya enggak mau dipisah-pisah. Kami masih memperjuangkan agar pemerintah menyediakan hunian baru agar kami bisa bergabung lagi."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement