Kamis 22 Sep 2016 09:00 WIB

Mery Utama Trauma Setelah Batal Dieksekusi

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Terpidana Mati (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Terpidana Mati (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana mati kasus narkoba, Mery Utami batal dieksekusi pada 28 Juli 2016. Kondisinya di Lapas Nusakambangan pun disebut memprihatinkan.

"Ibu saya sangat memprihatinkan keadaannya. Trauma psikologis. Setiap malam enggak bisa tidur," kata anaknya, Devi Christa di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Rabu (21/9).

Ia menceritakan, ibunya setiap malam selalu mendengar suara derit pintu dan menjadi sedikit panik. Devi pun berharap ibunya dapat dipindahkan segera dari tuang isolasi ke Lapas Tangerang.

Kuasa Hukum Mery, Muhammad Afif Abdul Qoyim mengatakan sejak batalnya eksekusi, selama dua bulan Mery menderita karena diasingkan dan tidak diperbolehkan untuk berkomunikasi dengan warga Lapas yang lain. Ia hanya diperbolehkan keluar dari ruang isolasi sekali dan dalam satu pekan.

Belum lagi tambah Afif, pasca batal eksekusi mati kondisi Mery semakin tertekan. Sehingga hal tersebut membuat kesehatan Mery menurun.

Ia pun meminta kepastian kepada Jaksa Agung maupun Jampidum perihal audiensi. Apalagi kejaksaan Agung telah menjanjikan untuk melakukan audiensi pasca gagal eksekusi pada 29 Juli 2016 lalu.

"Kita meminta audiensi dan sudah diterima surat audiensinya. Mereka katakan kepada kami, akan diadakan audiensinya. Jadwalnya kapan enggak tahu," papar Afif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement