Rabu 21 Sep 2016 09:05 WIB

'Curhat' di DPR, Istri Irman Gusman Berharap Keadilan

Rep: Ali Mansyur/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua DPD Irman Gusman (kiri) keluar dari gedung KPK.
Foto: Yudhi Mahatma/Antara
Ketua DPD Irman Gusman (kiri) keluar dari gedung KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Irman Gusman, dinilai janggal. Hal ini disampaikan langsung oleh sang istri, Liestyana Rizal Gusman, di hadapan awak media.

Liestyana pun menangis sembari menceritakan kronologi penangkapan suaminya atas tuduhan suap kuota impor gula. Bahkan menurutnya, petugas KPK tidak berlaku sopan saat berada di rumah orang pada malam hari.

Dalam kesempatan itu, Liestyana, yang ditemani oleh Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, meminta keadilan atas penangkapan Irman yang dinilai banyak kejanggalan. Mereka juga ditemani oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon.

Salah satunya, petugas KPK yang terkesan menuding Irman telah menerima suap karena memberikan rekomendasi kuota gula kepada Memi, istri dari Dirut CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto. "Mereka juga tidak membawa surat yang benar saat menangkap suami saya," keluh Liestyana, di media center DPR, pada Selasa (20/9) malam.

Menurut Liestyana, pada saat itu Memi hanya memberi oleh-oleh, yang tidak ada kaitannya dengan kuota impor gula. Namun, petugas KPK yang masuk ke dalam rumah langsung menuding Irman telah melakukan persekongkolan.

Kemudian, kata Liestyana, awalnya petugas KPK izin kepada satpam untuk menangkap targetnya di dalam rumah bernama Sutanto, bukan Irman Gusman. "Petugas tanpa hentinya mendoktrin suami sedemikian rupa. Suami saya sedikit kaget. Benar-benar tidak sopan. KPK-nya bilang, bapak kan pejabat negara, bapak tidak boleh bantu kuota impor gula," kata Liestyana.

Tidak hanya itu, dia juga tidak bisa menghubungi Irman Gusman selama 24 jam.  Dia berharap keluarganya mendapat keadilan dalam kasus yang mendera Irman Gusman.

Sementara itu, Fadli Zon berharap KPK dapat berkerja dengan adil, dan bisa transparan kepada publik soal kronologi penangkapan yang terjadi. Seharusnya hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya tanpa ada motif apa pun di dalamnya. Jangan sampai sangat tegas dengan kasus-kasus kecil tapi sangat lembek menghadapi kasus besar di depan mata.

"Apabila ditinjau dari pengakuan Ibu Irman (Liestyana), ada sejumlah kejanggalan-kejanggalan yang tidak wajar. KPK diharapkan bisa tegas dan adil," kata Fadli Zon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement