Selasa 20 Sep 2016 15:02 WIB

Warga Lampung Stres dengan Kehadiran KA Babaranjang

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Ilham
kereta api
Foto: Dok. Republika
kereta api

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Forum Masyarakat Peduli Pembangunan Daerah (Formal Pepada) menilai kehadiran kereta api (KA) batubara rangkaian panjang (Babaranjang), yang melintas di wilayah Kota Bandar Lampung mengganggu arus lalu lintas kendaraan. Masyarakat disebut stres karena kemacetan yang ditimbulkan KA tersebut.

“Masyarakat stres, setiap jam setiap hari selalu terjadi macet kalau KA Babaranjang lewat sampai puluhan gerbong,” kata Ketua Fomal Pepada, Heri Ch Burmelli kepada Republika di Bandar Lampung, Selasa (20/9).

Menurut dia, kehadiran KA Babaranjang setiap 45 menit sudah mengganggu aktivitas warga setempat dan kendaraan yang melintas di Kota Bandar Lampung. Kemacetan panjang terjadi ketika KA pengangkut batubara dari Tanjungenim, Sumatra Selatan melintas.

Ia mengatakan, dari analisis Formal Pepada, telah terjadi kerugian yang tidak terhitung lagi sejak beroperasinya KA Babaranjang di Kota Bandar Lampung. Kerugian baik materil maupun nonmateril setiap KA tersebut melintas di tempat perlintasan kereta.

“Berpuluh tahun warga mengalami kerugian dengan KA Babaranjang. Sedangkan kontribusinya ke masyarakat tidak terlihat,” katanya.

Ia mengatakan, kerugian yang tampak dari hilangnya bahan bakar minyak kendaraan roda dua dan empat selama menunggu KA Babaranjang melintas, waktu yang terbuat, kebisingan, dan kesehatan warga sekitar jalur rel KA.

“Lebih parah lagi, selalu terjadi kecelakaan tabrakan kereta dengan kendaraan dan orang di perlintasan kereta. Sudah tidak terhitung lagi nyawa manusia dan kendaraan dihantam kereta,” terangnya.

Saat ini, pihaknya telah membahas hal tersebut pada rapat antara Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah RI dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, PT KAI,  Pemprov Lampung, Polda Lampung, dan Forum Komunikasi Masyarakat Bersatu Provinsi Lampung di Senayan, Jakarta, pada 16 Maret 2016.

Saat itu, membahas masalah pemagaran/betonisasi yang dilakukan PT KAI, maka Formal Pepada menyampaikan tuntutan; menolak keras kegiatan transportasi kereta api babaranjang yang melintas di tengah Kota Bandar Lampung.

Kemudian, sambil menunggu proses perpindahan rel kereta api dari dalam Kota Bandar Lampung ke luar kota, kepada PT KAI dan perusahaan mitra agar memberi kompensasi berupa bahan bakar minyak kepada pengendara bermotor atas kemacetan yang ditimbulkan di setiap perlintasan kereta api. Ketiga, audit penyaluran dana corporate social responsibility.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement