REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Pemprov Lampung meminta pemerintah pusat membatasi impor singkong (ubi kayu) di Lampung. Pasalnya, akibat impor itu, menyebabkan harga singkong petani anjlok hingga 50 persen. Singkong petani yang diterima pabrik tapioka merosot karena beredar singkong impor dari Vietnam.
Keluhan petani singkong di Lampung, membuat Gubernur Lampung, M Ridho Ficardo mengusulkan kepada pemerintah pusat agar mempertimbangkan kembali beredarnya singkong impor. “Pemprov meminta pusat membatasi impor singkong yang menyebabkan harga singkong petani lokal di Lampung turun,” kata Kepala Bagian Humas Biro Protokol dan Humas Pemprov Lampung, Heriyansyah, Ahad (18/9).
Dia mengatakan, gubernur telah mengirim surat kepada presiden terkait dengan keluhan petani singkong di Lampung sejak beredarnya singkong impor, menyebabkan harga singkong lokal anjlok mencapai 50 persen. Pemprov berharap, untuk menyetabilkan harga singkong di tingkat petani dan pabrik, pemerintah perlu melakukan pembatasan atau pengurangan impor singkong tapioka.
Sejumlah petani singkong di sentra produksi singkong Lampung menjerit pasca-hari raya Idul Adha. Harga singkong untuk kebutuhan pabrik tapioka anjlok 50 persen di kisaran Rp 600 – Rp 750 per kg, padahal sebelumnya harga berkisar Rp 1.200 – Rp 1.500 per kg.
Keluhan tersebut terungkap dari petani di sentra tanaman singkong Kabupaten Lampung Tengah, Mesuji, dan Lampung Timur. Menurut Suryadi, petani singkong di Gunugsugih, Lampung Tengah, anjloknya harga singkong di tingkat pabrik terjadi akhir Agustus lalu, hingga setelah hari raya Idul Adha karena beredar singkong impor.
Beredarnya singkong impor membuat hasil panen singkong petani tak dilirik pabrik tapioka karena harganya bersaing. Beberapa pabrik tapioka yang menampung singkong petani biasanya dihargai Rp 1.200 hingga Rp 1.500 per kg. Sejak beredar singkong Vietnam harga menjadi anjlok hingga separuhnya.