REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ratusan warga Kulon Progo yang tergabung dalam Forum Komunikasi Penggarap Lahan Pesisir (FKPLP) meminta kompensasi sepertiga dari nilai tanah garapan milik Pakualaman. Mereka adalah warga yang berasal dari empat desa yaitu Glagah, Palihan, Jangkaran dan Sindutan.
Kamis (15/9) lalu, dengan menggunakan 12 bus mereka awalnya datang ke Puro Pakualaman dan diterima Ketua Paguyuban Trah Pura Pakualaman Hudyana, KPH Kusumoparastho. Pada kesempatan ini Koordinator FKPLP Sumantoyo mengatakan lahan pesisir dulunya tidak beraturan dan hanya ditumbuhi ilalang, pohon pandan, jauh dari nilai produktif.
Tetapi karena perjuangan para penggarap lahan, kata dia, pesisir jadi lebih tertata dan produktif. Hal ini mempengaruhi tim apraisal dalam menilai lahan pesisir sehingga harganya mencapai di atas Rp 450 ribu per meter.
"Kami minta kompensasi minimal sepertiganya atau sekitar Rp 150 ribu per meter, karena para petani nenek moyang kami yang menggarap lahan pesisirlah yang menjadikan tanah Pakualaman subur sehingga nilainya menjadi tinggi," kata Sumantoyo.
Menanggapi hal itu, Kusumoparastho mengatakan Paku Alam X sudah berjanji akan memberikan tali asih, tetapi waktunya belum ditentukan. "Mereka (warga-red) menuntut dari sisi mereka, bukan dari sisi kami. Kami juga kehilangan tanah," kata dia pada wartawan.
Warga dari empat desa di Kulon Progo tersebut kemudian menuju gedung DPRD DIY . Dari Taman Parkir Abu Bakar Ali mereka berjalan kaki menuju DPRD dengan membawa spanduk yang bertuliskan antara lain: “Besaran Ganti Rugi Rp 727 miliar Berkat Keringat Para Penggarap Pesisir”, “Kami penggarap Pesisir Butuh Kompensasi yang Layak”, “Pemerintah Hanya Janji. Kami Perlu Bukti”.
Sesampainya di halaman depan lobi DPRD, beberapa warga menyampaikan orasinya. “Kami minta Dewan memfasilitasi agar kami mendapat kompensasi yang layak untuk menyambung hidup. Dulu tanah Pakualaman yang kami garap awalnya ngoro-oro tidak ada artinya, sekarang ijo royo-royo dan menjadi produktif," seru Sumantoyo.
Koordinator Lapangan Penggarap Pesisir dari Glagah, Bayu Putra, dalam orasinya mengatakan saat warga dimintai tanda tangan untuk persetujuan bahwa di Kulon Progo akan dibangun bandara, para penggarap lahan pesisirlah yang memberikan suara terbanyak setuju, yaitu sekitar 40 persen.
Sementara itu, sebanyak 10 orang perwakilan warga dari empat desa tersebut berjalan kaki menuju Kantor Gubernur DIY di Kepatihan Yogyakarta. Mereka ditemui oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, Gatot Saptadi.
Pada kesempatan tersebut, Gatot Saptadi meluruskan tanah Puro Pakualaman seluas 160 hektar yang terdampak pembangunan bandara tersebut berdasarkan apraisal memiliki nilai sebesarRp 769 miliar. Dari nilai tersebut sebesar Rp 67 miliar merupakan nilai tanah yang ditinggali oleh warga termasuk nilai tanaman dan bangunan. Menurut dia, itu bukan hak Puro Pakualaman melainkan hak warga yang menggarapnya. "Sehingga nilai tanah yang akan diserahkan kepada Puro Pakualaman sekitar Rp 702 miliar, bukan Rp 727 miliar sebagaimana yang dituliskan di spanduk," ujarnya.
Namun, sampai sekarang uang tersebut belum ada. Sebetulnya dalam aturan pembebasan lahan, ujar dia tidak ada dalam aturan kewajiban pemilik tanah memberikan kompensasi kepada penggarap. Tetapi dalam aturan kekerabatan atau kewajaran kemungkinan akan ada nilai tertentu yang diberikan.
"Sejak awal Puro Pakualaman sudah menyampaikan akan memberikan kompensasi tetapi kami belum tahu berapa besarnya karena belum ada uangnya. Pemda DIY tidak mempunyai kewenangan kompensasi. Tetapi kami akan menyampaikan kepada pihak Puro Pakualaman tentang permintaan warga karena Ngarso Dalem (Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X-red) sudah menyampaikan bahwa pembangunan bandara jangan sampai membuat masyarakat lebih sengsara," kata Gatot.
ed: fernan rahadi