Kamis 15 Sep 2016 13:45 WIB

Telusuri Suap Jalan, KPK Kembali Panggil Kapoksi Hanura

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Gedung KPK
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota Komisi V DPR Fauzih H Amro pada Kamis (15/9).

Fauzih dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Yang bersangkutan jadi saksi untuk tersangka ATT (Andi Taufan Tiro)," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Kamis (15/9).

Pemeriksaan kepada Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Hanura itu sebelumnya juga sudah pernah diperiksa oleh penyidik KPK, namun untuk pemeriksaan rekan anggota DPR lainnya Damayanti Wisnu Putranti.

Sebelumnya, Damayanti Wisnu Putranti dalam persidangan dirinya mengatakan ada kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dengan pejabat di KemenPUPR terkait dana aspirasi.

"Saya baru setahun di Komisi V, istilah itu sudah ada," kata Damayanti saat menjalani sidang pemeriksaannya sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, 15 Juli lalu.

Damayanti mengungkap, dalam kesepakatan itu, pimpinan Komisi V DPR meminta agar Kementerian PUPR menyetujui usulan program aspirasi yang diajukan anggota Komisi V.

Jika di tolak kata Damayanti, pimpinan Komisi V mengancam akan mempersulit Kementerian PUPR dalam persetujuan pengusulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN).

Begitu pun sebaliknya, jika usulan diterima, maka pimpinan Komisi V akan memuluskan RAPBN yang diajukan Kementerian PUPR.

"Kalau enggak diterima, maka pimpinan enggak mau tanda tangan, enggak mau lanjutkan RDP (rapat dengar pendapat), itu yang saya tahu," kata legislator asal PDI Perjuangan tersebut.

Damayanti melanjutkan, adapun kesepakatan tersebut dibahas dalam rapat tertutup di ruang Sekretariat Komisi V DPR, yang disebut dengan istilah rapat setengah kamar.

Rapat tersebut dihadiri oleh pimpinan Komisi V DPR, masing-masing Ketua Kelompok Fraksi, dan pejabat dari Kementerian PUPR. "Kalau anggota Komisi tidak dilibatkan dalam rapat tertutup itu," ucapnya.

Menurutnya dari kesepakatan itu juga kemudian ditentukan fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V DPR RI. Selain itu, disepakati juga jatah nilai dana aspirasi bagi anggota Komisi V DPR untuk program aspirasi.

Damayanti mengungkap, anggota Komisi V DPR mendapat nilai pagu anggaran sebesar Rp 50 miliar, Kapoksi Rp 100 miliar, sementara untuk pimpinan Komisi V sebanyak Rp 450 miliar.‎

"Ada kesepakatan, anggota dapat jatah aspirasi Rp 50 miliar, ternyata jatah pimpinan Rp 450 miliar," ujar Damayanti.

Adapun KPK dalam kasus ini telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Tiga di antaranya merupakan Anggota Komisi V DPR RI, yaknu Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN.

Sementara tersangka lainnya yakni, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua staf Damayanti, yakni Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.

Abdul Khoir telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Dia divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan.

Khoir didakwa bersama-sama memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah Anggota Komisi V. Total uang suap yang diberikan Abdul sebesar Rp 21,38 miliar, SGD 1,67 juta, dan USD 72,7 ribu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement