Selasa 13 Sep 2016 09:04 WIB

Tax Amnesty di Era Suharto, Kehebohan, dan Teladan Pemimpin Masa Kini

Presiden RI Joko Widodo memberikan sambutan pada Sosiliasi Tax Amnesty di Hotel Intercontinental Bandung, Senin (8/8). (Mahmud Muhyidin)
Foto: Mahmud Muhyidin
Presiden RI Joko Widodo memberikan sambutan pada Sosiliasi Tax Amnesty di Hotel Intercontinental Bandung, Senin (8/8). (Mahmud Muhyidin)

Tax Amnesty di Era Suharto, Kehebohan, dan Teladan Pemimpin Masa Kini

oleh: Fuad Bawazier, Mantan Menkeu/Mantan Dirjen Pajak

Th 1984 ada Tax Amnesty (waktu itu istilah yg dipakai Pemutihan Pajak) dengan sasaran yg tegas dan jelas yaitu atas penghasilan dan atas kekayaan. Pembayaran pajaknya juga dipisahkan yaitu pakai formulir pajak penghasilan dan ada pajak kekayaan. Praktis semua pejabat pajak dari eselon V (eselon terendah) sampai eselon I (dirjen, sekjen, irjen dsb)  mengisi pengampunan pajaknya. Begitu pula Menteri Keuangan dan para pejabat negara lainnya, bahkan sampai Presiden Suharto mengikuti pengampunan pajak 1984 itu. Jadi dimulai dari diri pejabat-pejabat pemerintah sendiri, sehingga masyarakat wajip pajak juga ramai-ramai mengajukan pengampunan pajaknya.

Tetapi ketika pmrth mempunyai target 'TERTENTU (1983)', yaitu untuk menghimpun dana masyarakat agar masuk ke perbankan, pemerintah cukup menetapkan kebijakan 'TIDAK MENGUSUT ASAL USUL DANA DEPOSITO/TABUNGAN'. Dan, hasilnya sukses besar. Jujur saja sekarang ini saya tdk bisa mengerti "maunya pemerintah ini apa"? Kalau maunya pengampunan massal seperti 1984, semestinya presiden dan semua pejabat negara termasuk DPR dan pegawai pajak dan semua pegawai negeri sipil harusnya terlebih dulu mengisi Tax Amnesty.

Tapi kalau tujuannya adalah 'TERTENTU' seperti yang saya pahami sekarang ini yaitu untuk mendatangkan modal, semestinya cukup kebijakan 'TIDAK MENGUSUT ASAL USUL DANA MODAL USAHA'.  Kegagalan pemerintah (menteri keuangan yang lama) dalam merumuskan tujuan yg ingin dicapai dan policy yang semestinya digunakan telah menyebabkan babak belurnya Tax Amnesty sekarang ini baik dari segi keresahan dan kebingungan yang terjadi maupun seretnya target penerimaan yg Rp 165T itu. Pelajaran pahit dan mahal bagi yg tdk mau belajar sejarah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement