REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA -- Jumlah rumah tangga nelaya di Indonesia semakin menurun drastis. Hal tersebut diungkapkan Mentri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti saat memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Sabtu (10/9), siang.
Ia mengungkapkan, menurunnya jumlah rumah tangga nelayan seiring dengan tajamnya penurunan jumlah hasil laut yang terjadi sejak 2003.
"Saya jadi mentri baru tahu ternyata dari 2003-2013 itu jumlah rumah tangga nelayan turun dari 1,6 juta menjadi hanya 800 ribu saja. Ada apa? Ternyata hidup sebagai nelayan tidak bisa lagi untuk dipertahankan, karena ikannya gak ada," katanya.
Ia mengambil contoh warga yang berada di sepanjang pantai utara (pantura) kini sudah banyak memilih untuk meninggalkan mata pencaharian dari laut, atau sebagai nelayan. Sebab, potensi ikan seperti bawal, udang hingga kakap merah kini sulit untuk didapat. Itu juga sebagai penyebab hilangnya sejumlah profesi yang berhubungan dengan tangkapan laut dalam 10 tahun terakhir.
Menurut Susi, hal ini tak terlepas dari kerusakan ekosistem laut yang disebabkan ulah tangan manusia. "Dalam 10 tahun hilang satu profesi, misalnya saja di Pantura sekarang sudah susah nyari tukang rajungan rebus. Dua dekade terakhir semua degradasi di laut tidak ada yang melihat," katanya.
Hal-hal seperti modifikasi alat tangkap ikan, banyaknya kapal asing menangkap ikan di perairan Indonesia sejak 2004, belum lagi kapal yang melakukan pencurian ilegal, membuat jumlah hasil laut di perairan Indonesia semakin turun tajam. Susi mengatakan, terdapat 1.300 izin kapal asing untuk menangkap ikan di perairan Indonesia.
Meski demikian, Susi merasa lega sebab sesuai Peraturan Presiden (Perpres) yang keluar pada Mei lalu, perusahaan yang akan melakukan penangkapan ikan harus mendapatkan izin dari KKP.