REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Program Transmigrasi tak hanya sekedar upaya mengentas kemiskinan. Program Transmigrasi juga dipercaya mampu menjadi alat efektif untuk terapi korban konflik sosial.
“Program Transmigrasi bisa menjadi alat efektif untuk merajut kembali kehidupan sosial yang tercabik akibat berbagai konflik sosial di tanah air,” ujar aktivis Pokja Masyarakat Sipil Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) Ahmad Wari, di Jakarta, Rabu (7/9), dalam release yang dikirimkan kepada Republika.co.id.
Warih menjelaskan konflik sosial di tanah air tak jarang memaksa warga terusir dari daerah asalnya. Mereka harus rela meninggalkan tanah kelahiran mereka untuk menghindari risiko lebih besar. Kepergian dengan rasa terpaksa ini tak jarang meninggalkan trauma mendalam. “Dengan program transmigrasi yang dilakukan secara bersama dengan kerabat terdekat mereka, trauma sosial itu perlahan-lahan bisa dilupakan dengan aktivitas sosial mereka di wilayah baru,” jelasnya.
Pelaku transmigrasi ini mencontohkan program relokasi SP1 Dusun Madani Desa Mekar Sari Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Program ini berhasil membuat korban kerusuhan Sambas menemukan kembali jalinan kehidupan sosial yang tercabik akibat konflik berdarah antarsuku.
“Program itu diinisiasi Kemendesa PDTT yang dahulu merupakan Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) RI pada tahun 1999. Total ada 500 unit rumah untuk 500KK,” tuturnya.
Selama 17 tahun, program transmigrasi tersebut telah menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Permukiman transmigran yang dahulu hutan belantara, saat ini semakin maju dengan dukungan berbagai sarana dan prasarana baik di bidang transportasi, pendidikan, maupun kesehatan. Permukiman tersebut sudah dilengkapi dengan akses jalan aspal, pintu air, Polindes, SDN, MI Swasta, MTs Swasta, dan SMKN 2 Kubu Raya.
“SP1 Dusun Madani, yang awalnya Desa Basic Services kini sudah menjadi area Kota Terpadu Mandiri,” katanya.
Warih mengungkapkan sebagian besar warga bermata pencarian sebagai petani baik pertanian jangka pendek semisal padi dan palawija maupun pertanian jangka panjang berupa karet serta kelapa sawit. Mata pencarian ini secara umum mampu mengangkat kehidupan ekonomi.
“Hal ini ditandai dengan kemampuan para transmigran menyekolakan anak mereka ke berbagai perguruan tinggi baik di wilayah Kalimantan maupun ke Pulau Jawa,” katanya.
Aktifitas sosial transmigran, lanjut Warih juga semakin baik. Warga sudah tidak lagi berada dalam trauma kerusuhan sosial. Warga kerap berkumpul dan melakukan aktivitas keagamaan, seperti majlis taklim, taman pendidikan Alqur'an, yasinan, sholawatan, hingga khataman Alquran.