REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Universitas Krisnadwipayana (Unkris) mengukuhkan Prof Erna Widjajati menerima jabatan Guru Besar Bidang Hukum Bisnis (Hukum Perusahaan dan Kepailitan). Hingga saat ini Unkris telah mengukuhkan delapan guru besar.
Rektor Universitas Krisnadwipayana Dr Abdul Rivai mengatakan sebagai salah satu bentuk tanggung jawab Unkris di bidang pendidikan tinggi diwujudkan melalui kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Di bidang pengajaran, kata dia, selain meningkatkan pendidikan peserta didik, Unkris juga melakukan program pengembangkan tenaga pengajar melalui peningkatan pendidikan ke jenjang strata tiga dan pengangkatan guru besar. “Tahun ini sudah dua guru besar yang dikukuhkan, “ kata Abdul Rivai, Senin (5/9).
Melalui penambahan guru besar ini, Rivai berharap Unkris bisa semakin unggul dalam bidang keilmuan. Dia menargetkan, Unkris pada 2025 menjadi perguruan tinggi swasta unggul dalam keilmuan. “Dengan penambahkan satu guru besar lagi akan mendorong semangat untuk lebih maju lagi,” ujarnya.
Dia berharap, guru besar yang telah dikukuhkan dapat terus berkarya dengan membuat buku dan memuat tulisannya di jurnal internasional. “Apalagi sekarang syarat yang diberikan Kemenristek Dikti sekarang cukup ketat maka professor diwajibkan membuat karya,” katanya.
Dalam pidato pengukuhannya, Prof Erna Widjajati mengatakan kedudukan kurator dalam memastikan kesuksesan dari pelaksanaan Undang-Undang Kepailitan sangat penting. Menurutnya, persyaratan untuk membangun perangkat hukum yang memenuhi asas adil, cepat transparan, dan efisien tidak hanya diletakkan kepada Undang-Undang Kepailitan serta Kinerja Pengadilan Niaga dan hakim-hakim Niaga semata, akan tetapi juga kinerja ataupun profesionalitas seorang kurator.
Dengan pengertian lain, lanjut Erna, walaupun Undang-Undang Kepailitan dan Pengadilan Niaga dapat secara sinkron dalam memutuskan permohonan pailit secara cepat, dan adil, akan tetapi keadilan tersebut akan kembali diragukan di tangan kurator jika kurator tidak dapat melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit tersebut secara profesional, mandiri, cepat, dan transparan.
Menurut Erna, berdasarkan fakta bahwa permasalahan yang muncul dalam proses pekerjaan seorang kurator, tidak semata-mata disebabkan oleh ketidakprofesionalan kurator tersebut, akan tetapi juga disebabkan ketidakpastian hukum yang diciptakan Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 itu sendiri. “Serta ketidaktegasan Pengadilan Niaga dalam menjalankan perannya serta menjaga nilai dari putusan-putusannya,” kata Erna.