REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan jaringan teroris di Indonesia masih ada dan terus berkembang. Menurutnya, saat ini pola rekrutmen anggota mereka telah berubah mengikuti perkembangan teknologi.
"Saat ini menjadikan seseorang sebagai pelaku teror tidak perlu lagi pergi mengenyam pendidikan di Afghanistan atau di tempat lainnya seperti yang dilakukan kelompok teror yang dulu," ujar Kepala BNPT saat menjadi pembicara dalam Sarasehan Nasional Empat Pilar MPR RI dan Kesadaran Bela Negara di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta, Senin (5/9).
Ia mengatakan dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat, saat ini generasi baru teroris cukup diasah secara intensif melalui media sosial dengan memanfaatkan internet. "Sekarang ini kalau mau membaiat seseorang cukup melalui chatting saja. Seperti yang terjadi di Medan kemarin. Pelaku cukup dicuci otaknya melalui dunia maya, tidak perlu harus datang ke yang membaiat," katanya.
Di dalam menjalankan aksinya pun, kata mantan Kabareskrim Polri ini, pelaku terorisme sekarang bergerak dalam kelompok kecil. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat terus mewaspadai keberadaan teroris serta gerak-geriknya. "Seluruh komponen bangsa harus berusaha menjaga agar sel-sel radikalisme tidak bergerak terus memengaruhi dan mencuci otak anak-anak kita dengan paham-paham radikal," katanya.
Suhardi mengatakan salah satu cara mencegah agar paham radikal dan terorisme tidak tumbuh subur di Tanah Air adalah dengan mempertahankan nilai-nilai keindonesiaan yang dirangkum dalam Empat Pilar MPR, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Empat Pilar ini adalah komitmen bangsa Indonesia yang harus dijaga karena itu pondasi yang dapat menyatukan bangsa Indonesia," kata dia.
Dikatakannya, era globalisasi dan teknologi informasi yang sudah begitu canggih membawa perubahan hampir di semua bidang, baik ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya, yang memiliki sisi positif dan negatif. Salah satu dampak negatif adalah terkikisnya nasionalisme. "Di tengah reduksi nasionalisme yang terjadi saat ini adalah masuknya paham-paham yang bermacam-macam, termasuk paham radikal. Ini yang tidak boleh terjadi. Perubahan nilai sosial ini jangan sampai dibawa menjadi tidak baik," ujarnya.