REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mempertanyakan kesetiaan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah.
"Saya curiga mereka mau main mata. Sekda menyodorkan perda memakai pergub (peraturan gubernur), tapi 'draft' pergub tidak disediakan kalau perda mau seperti ini boleh tapi dengan catatan draft pergub harus sudah ada, jadi balik lagi pertanyaan saya kenapa belum ada draft pergub? Apa pergub baru mau disahkan saat saya cuti pilkada?" kata Ahok Ahok saat menjadi saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/9).
Ahok menjadi saksi untuk terdakwa mantan Ketua Komisi D Mohamad Sanusi yang didakwa menerima suap Rp 2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan RTRKSP dan melakukan pencucian uang sebesar Rp 45,28 miliar.
Ahok yang membaca kertas itu dari Kepala Bappeda Tuty Kusumawati lalu menyatakan penolakan dan menuliskan disposisi "Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi" selanjutnya memerintahkan Sekretaris Daerah Saefullah untuk menyerahkan disposisi ke Mohamad Taufik yang juga kakak Sanusi.
Menurut Ahok, Sekda ingin penyelesaian win-win solution dengan mendamaikan eksekutif dan legislatif. "Sekda ingin tambahan kontribusi dimasukkan pergub saja sebear 15 persen sesuai nilai yang ditentukan gubernur tapi tadi saya sampaikan perda diketok, pergub harus langsung saya tanda tangan, karena saya curiga ini ada apa. Ini saja sudah saya coret disposisi tanggal 8 Maret minta tambahan kontribusi menjadi mengkongversi dari kontribusi 5 persen, saya tulis 'gila', sejak itu Balegda marah lalu mengancam tidak usah paripurna," ungkap Ahok.
Ahok selanjutnya menuding bahwa Saefullah dan Taufik pun sudah bermain di arena politik, apalagi dengan deklarasi calon gubernur Betawi yang baru-baru ini yang mengikutsertakan Saefullah. Karena pernyataan AHok itu, kuasa hukum Sanusi pun meminta agar Saefullah dan Taufik juga dihadirkan dalam persidangan selanjutnya.