Senin 05 Sep 2016 18:17 WIB

DPR dan Jokowi Tolak Permohonan Ahok, Ini Kata Yusril

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Angga Indrawan
Ahok vs Yusril Ihza
Foto: Republika/Wihdan/Raisan Al Farisi
Ahok vs Yusril Ihza

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan untuk memeriksa permohonan yang diajukan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terkait cuti gubernur pejawat, Senin (5/19). Bagi pakar hukum tata negara yang kini juga menjadi bakal calon gubernur DKI Jakarta, Yusril Ihza Mahendra, sidang hari ini terbilang menarik. 

"Di dalam persidangan kali ini, sikap DPR ternyata sama dengan sikap Presiden Jokowi (Joko Widodo). DPR juga minta agar MK menolak permohonan Ahok. Bagi saya ini sangat menarik," ujar Yusril lewat pesan yang diterima Republika, Senin (5/9).

Dalam permohonannya, Ahok meminta agar MK menafsirkan kewajiban cuti bagi pejawat ketika kampanye--seperti yang diatur dalam UU Pilkada--menjadi bersifat pilihan (opsional) saja. Dengan tafsiran semacam itu, dalam kampanye di pilgub nanti, Ahok bisa mengambil cuti dan bisa juga tidak. Ahok menganggap cuti itu hanya sebatas hak, bukan kewajiban pejawat.

Ahok beralasan, cuti kampanye itu mengurangi haknya menjabat gubernur selama lima tahun. Selain itu, Ahok mengatakan dirinya punya tanggung jawab untuk membahas APBD DKI dan menjalankan tugas-tugas lain, sehingga dia tidak perlu cuti.

"Namun, anehnya Presiden Jokowi melalui kuasa hukumnya menyanggah semua argumentasi hukum yang Ahok kemukakan," ucap Yusril.

Presiden Jokowi, kata dia, malah meminta agar MK menolak permohonan Ahok dengan alasan pilkada harus berjalan jujur, adil, dan fair, sehingga cuti bagi pejawat adalah wajib. Melalui kuasa hukumnya, Jokowi mengatakan, pilkada harus bebas dari segala penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang oleh calon pejawat. Karena itu, pilihannya hanya ada dua, yaitu pejawat mesti berhenti atau mengambil cuti. 

"Merujuk putusan MK sebelumnya, petahana (pejawat) wajib cuti jika mencalonkan diri kembali di daerah yang sama. Namun, jika petahana maju pada Pilkada di daerah lain, dia wajib berhenti dari jabatannya," kata mantan menteri sekretaris negara itu lagi.

Pada sidang di MK hari ini, Presiden Jokowi dan DPR telah memberikan tanggapan atas permohonan pengujian UU Pilkada yang diajukan Ahok. Sidang akan dilanjutkan kembali pada 15 September ini untuk mendengar tanggapan dari KPU Pusat dan pihak terkait, yaitu Habiburrokhman dan Yusril sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement