Senin 05 Sep 2016 04:50 WIB

Pemilik Lahan Tol Reformasi Makassar akan Unjuk Rasa di Istana

Red: Ilham
ruas tol reformasi makassar
Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang
ruas tol reformasi makassar

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Ahli waris pemilik lahan Tol Reformasi Makassar, Intje Koemala binti Chandra Taniwijaya didampingi sejumlah mahasiswa akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Senin, 5 September 2016.

"Bila memang aksi ini tidak mendapat respon selama sepekan, maka kami akan mengambil hak sebagai pemilik lahan yang sah, menutup tol secara permanen di Makassar. Penutupan tol reformasi sebagai langkah terakhir kami," tegas kuasa hukum ahli waris lahan, Andi Amin Halim Tammatappi di Makassar, Ahad (4/9).

Menurut dia, aksi damai tersebut berupa pembentangan spanduk berisikan protes dan meminta perhatian khusus Presiden Joko Widodo atas lambannya penanganan pembayaran ganti rugi dari Kementerian Prasarana Umum. Masalah ini sudah memasuki tahun ke-16.

Selain di depan Istana Merdeka, aksi serupa juga akan dilakukan di Kantor Kementerian PU dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari pencarian keadilan bagi korban yang dirugikan instansi terkait. Amin menjelaskan, sejak lahan ini dibebaskan 16 tahun silam, sisa pembayaran belum dipenuhi Kementerian PU sejak 2001.

Padahal, sepertiga lahan yang dibebaskan sudah dibayarkan seluas 2,5 hektare senilai Rp 2,5 miliar. Sementara sisanya, dua pertiga lahan atau seluas 48.222 meter persegi dengan ganti rugi senilai Rp 9 miliar lebih belum dibayarkan Kementerian PU dengan dalih ada sengketa di dalamnya karena ada orang lain mengklaim lahan tersebut.

Perkara sengketa di pegadilan menyatakan orang yang mengklaim lahannya kalah. Begitu juga di tingkat Mahkamah Agung melalui Peninjauan Kembali. "Orang yang mengaku lahan itu miliknya sudah kalah di pengadilan dan divonis pidana. Apa lagi alasan kementerian tidak membayarkan hak kami. Sudah jelas ada perintah pembayaran dari Mahakamah Agung karena kami menang PK," katanya.

Berdasarkan Dasar hukum tetap pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA), nomor 17/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010 memerintahkan Kementerian PU segera membayarkan sisa ganti rugi. Namun ganti rugi urung dilakukan sampai saat ini.

"Dasar hukum inilah yang kami tuntut ke Presiden Jokowi agar kami diberikan hak. Tidak ada alasan Kementerian PU tidak membayar, ataukah uang itu diduga diselewengkan oknum tertentu makanya kami tidak dibayar? Kami hanya menuntut hak sesuai perintah hukum yang berlaku," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement