REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan salah satu kejahatan internasional dengan skala masif. TPPO disebut-sebut 'berlomba' dengan perdagangan narkoba sebagai kejahatan dengan peringkat tertinggi sedunia.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia meyakini, kejahatan tersindikasi semacam itu hanya bisa diatasi dengan penanganan yang terorganisasi pula. TPPO pun diyakini kian nyata mengincar anak-anak sebagai korbannya.
"Mutakhir, memakai media sosial sebagai instrumen kejahatannya," ujar Ketua Bidang Dana dan Daya Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia Henny R Adi Hermanoe, Sabtu (3/9).
Kasus terbaru, yakni sindikat TPPO mampu membawa tiga remaja di Jakarta tanpa sepengetahuan orang tua anak-anak tersebut. Ketiganya dipekerjakan sebagai pemandu karaoke di salah satu kafe di Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat.
LPA Indonesia berharap Polri tidak berhenti pada penangkapan para operator lapangan, tetapi juga menciduk otak di balik kejahatan eksploitasi manusia atas manusia. Henny mengatakan LPA Indonesia mendorong penyelenggaraan proses hukum yang menyeluruh dan tuntas atas kasus-kasus TPPO.
"Edukasi tentang penggunaan media sosial secara aman dan ramah keluarga perlu terus digencarkan. Pemerintah pun perlu terus mengefektifkan langkah pemblokiran situs-situs yang tidak ramah anak," kata dia.
Di samping itu, menurut Henny, pengeksploitasi wajib membayar ganti rugi (restitusi) terhadap korban, sesuai perintah Undang-Undang Pemberatasan TPPO.