REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Keberadaan reaktor nuklir di wilayah DIY membuat masyarakat harus tetap waspada. Sebab teknologi kimia tersebut memiliki resiko kebencanaan yang tinggi. Maka itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY menggelar pelatihan kedaruratan bencana nuklir.
"Pelatihan ini kami gelar agar masyarakat semakin waspada. Kalau dari pihak Batan (Badan Tenaga Nuklir) kan orang-orangnya sudah mengerti tentang potensi bencana nuklir, sedangkan masyarakat umum belum," kata Kepala BPBD DIY Krido Suprayitno saat ditemui di Kantor Batan Caturtunggal, Depok, Rabu (31/8).
Pasalnya saat ini pemukiman warga di sekitar Reaktor Nuklir Kartini Batan DIY sudah semakin berkembang. Bahkan penghuni kawasan tersebut didominasi oleh mahasiswa yang pada dasarnya merupakan pendatang baru. Di mana mereka tidak banyak mengetahui soal keberadaan reaktor nuklir di kawasan Caturtunggal.
Puncak pelatihan berupa gladi lapang atau simulasi kebencanaan akan berlangsung pada tanggal 10 September. Menurut Krido agenda simulasi bencana ini akan melibatkan 500 personil yang terdiri dari BPBD DIY, Sleman, Kodim, Polres, dan berbagai tokoh masyarakat.
"Karena dalam menangani bencana yang penting adalah koordinasi lintas sektoral. Makanya kami melibatkan semua pihak pada acara puncak nanti," tutur mantan Kepala Kantor Pengendalian Pertanahan Daerah (KPPD) Sleman itu menjelaskan.
Selain pelatihan kedaruratan, ke depannya BPBD DIY berencana membangun kampung tangguh bencana di wilayah sekitar reaktor nuklir. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Pencanangan kampung tangguh bencana ini akan disertai dengan berbagai aktivitas simulasi sebagaimana yang telah berlangsung pada kampung-kampung tangguh bencana lainnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Batan DIY Susilo Widodo menyampaikan, pihaknya telah menerapkan sejumlah standar prosedur dalam mengoperasikan Reaktor Nuklir Kartini. Termasuk dari pembangunan sungkup pelindung reaktor hingga mekanisme pengoperasiannya.
Di sisi lain Reaktor Nuklir Kartini memiliki kapasitas yang sangat kecil, yakni hanya 100 Kilo Watt (KW). Sehingga jangkauan radiasinya pun rendah. "Kalaupun terjadi bencana, paparan fisik radiasi nuklir di sini hanya sekitar 50 meter," kata Susilo. Kondisi ini berbeda dengan reaktor nuklir di Bandung yang berkapasitas 1.000 KW, dan di Serpong sebesar 30 Megawatt.
Susilo menjelaskan, jika terjadi bencana nuklir di Batan DIY masyarakat paling tidak hanya diimbau untuk tetap berada di dalam rumah. Imbauan itu pun hanya berlaku bagi warga yang memiliki pemukiman dengan radius 200 meter dari pusat reaktor. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi udara di luar rumah yang dapat berbahaya bagi kesehatan.
Namun demikian, Susilo mengatakan, pelatihan kedaruratan bencana nuklir sendiri tetap penting diselenggarakan. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan bencana yang dapat terjadi kapan saja. "Ya sebagai sarana sosialisasi juga pada masyarakat," katanya.