REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPD berharap polisi mampu mengungkap motif sebenarnya di balik percobaan bom bunuh diri dan penyerangan pastor di Gereja Santo Yosep, Medan, Sumatra Utara. Apabila motif telah terungkap, maka semuanya akan menjadi jelas dan masyarakat tidak lagi sekadar menduga-duga.
"Yang paling penting sekarang, masyarakat terutama warga Medan tidak terpancing oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mungkin ingin memantik peristiwa ini untuk membuat Kota Medan tidak tenteram dengan isu-isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan," ujar Wakil Ketua DPD RI Fahira Idris kepada Republika.co.id, Senin (29/8).
Sebelumnya, anggota Kaukus Pancasila dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari menyebut teror bom tersebut menunjukkan lemahnya program deradikalisasi yang selama ini dilakukan pemerintah. Pemerintah dinilai gagal memberantas penyebaran kebencian dan menghapuskan aksi teror.
Namun Fahira berbeda pendapat. Menurut dia, untuk kasus penyerangan di Medan tersebut, masyarakat belum mengetahui secara pasti apa motif sebenarnya dari si pelaku. Apakah benar-benar terpengaruh atau terpapar paham terorisme, atau karena ada motif lain.
"Untuk itu, sebaiknya tidak terlalu dini menyimpulkan bahwa ini adalah bentuk kegagalan program deredikalisasi," kata dia.
Kepolisian kini sudah menangkap pelaku, dia adalah pria berinisial IAH (18 tahun), warga Medan Selayang. Kepolisian menyatakan korban diiming-imingi uang Rp 10 juta oleh orang tak dikenal (OTK) untuk melakukan aksinya. Namun hingga kini, siapa aktor intelektual dan apa motif sebenarnya belum diungkap.
Seperti diberitakan sebelumnya, percobaan bom bunuh diri terjadi di gereja Katolik Statis Santa Yosep di Jalan Dr Mansyur, Medan, Ahad (28/8) sekitar pukul 08.30 WIB. Pelaku juga melakukan penyerangan terhadap pastor Albert S Pandingan (60) yang sedang berkhotbah di gereja tersebut.