Kamis 25 Aug 2016 22:09 WIB

Terbukti Korupsi, Eks Kasubdit Perdata MA Divonis 9 Tahun Penjara

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Achmad Syalaby
Mantan Kasubdit Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna (tengah) menghindari wartawan usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/8). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Mantan Kasubdit Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna (tengah) menghindari wartawan usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/8). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata Dan Tata Laksana Perkara Perdata Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI, Andri Tristianto Sutrisna dengan hukuman 9 tahun penjara. Andri juga diharuskan membayar denda sebesar Rp 500 juta, yang apabila tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.

"Menjatuhkan pidana selama 9 tahun dan denda Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila tidka mampu membayar, maka denda tersebut akan diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan," kata Ketua Majelis John Halasan Butarbutar di Gedung Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta, Kamis (25/8).

Majelis berpendapat, Andri telah terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua.

Dalam dakwaan pertama, Andri disebut telah menerima suap sebesar Rp 400 juta dari Ichsan Suaidi melalui pengacaranya, Awang Lazuardi Embat. Uang tersebut diberikan agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi, dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.

Ini terbukti setelaj dalam persidangan diketahui, Andri pernah menghubungi Kosidah melalul Blackberry Messenger (BBM) menanyakan nomor putusan kasasi perkara atas nama Ichsan. Terdakwa juga menanyakan biaya penundaan pengiriman putusan perkaranya.

Setelah mendapat kepastian dari Kosidah, Terdakwa berkomunikasi dengan Awang untuk menyampaikan bahwa salinan putusan perkara kasasi atas nama Ichsan belum dlkirim. Awang kemudian meminta dilakukan pertemuan di Jakarta guna membahas teknis hukum dan non teknisnya.

Sebelum akhirnya, Pada hari Jumat tanggal 12 Februari 2016 sekitar pukul 22.30 WIB, bertempat di Hotel Atria Gading Serpong Tangerang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 400 juta dari Ichsan melalui Awang. "Itu artinya, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu primer," terang majelis.

Begitupun dalam dakwaan kedua. Menurut Majelis, dlam peesidangan, Andri telah terbukti menerima gratifikasi, yakni menerima uang sebesar Rp 500 juta yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Gratifikasi tersebut diberikan oleh seorang pengacara bernama Asep Ruhiyat, agar Andri bersedia memonitor beberapa perkara Peninjauan Kembali (PK) yang ditangani Asep.

Atas kesalahan-kesalahannya tersebut, majelis menyatakan Andri telah melanggar Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Hukuman tersebut sebenarnya lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK yang meminta Andri dihukum penjara selama 13 tahun. Namun begitu, Andri menyatakan akan berpikir terlebih dahulu, apakah akan menerima vonis yang dijatuhkan atau mengajukan banding.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement