Rabu 24 Aug 2016 03:44 WIB

KPAI Minta Perzinaan dan Pencabulan Masuk Kategori Pidana

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
KPAI
Foto: dok KPAI
KPAI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mendorong upaya mempidanakan pelaku perzinaan dan pencabulan, termasuk perilaku seksual sesama jenis.  Hal itu disampaikannya saat bertindak sebagai ahli dalam sidang uji materi Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 KUHP di hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/8).

Dalam catatan Asrorun, Pasal 284 dan Pasal 292 KUHP memberi kesan adanya toleransi dan permisivitas negara terhadap kejahatan seksual di masyarakat.  “Pasal 292 bisa dimaknai secara a contrario (makna kebalikan) ketika terjadi pencabulan sesama jenis, saat sudah dewasa dibiarkan oleh hukum, atau setidaknya tidak dianggap salah oleh Pasal ini,” tegasnya.

Mengenai perilaku lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT), Asrorun memaparkan, hubungan seks bukanlah sekedar melampiaskan hasrat, melainkan terutama sarana melestarikan keturunan.

Dia menegaskan, upaya negara untuk memerangi kejahatan seksual, khususnya yang menjadikan anak sebagai korban, harus diperkuat antara lain melalui pengelompokan dua tindakan asusila itu ke ranah pidana.

“Perlu perang terhadap kejahatan seksual, dengan memidanakan pelaku perzinaan dan pencabulan, termasuk sesama jenis,” kata Asrorun Niam Sholeh, Selasa (23/8).

Secara rinci, perzinaan, sodomi, homoseksual, pencabulan, dan pornografi mengancam tumbuh kembang anak-anak Indonesia.

Problem utama yang sering kali dialami anak yang berasal dari hubungan seks di luar nikah, ujar dia, ialah terkait layanan administrasi kependudukan.

Karenanya, hubungan seks di luar pernikahan—baik dengan paksaan maupun persetujuan kedua belah pihak—harus terlarang. Hubungan yang menyebabkan kehamilan dalam konteks perselingkuhan pun, menurut Asrorun, juga mesti dilarang melalui aturan perundang-undangan.

“Karena perbuatan orang tua biologis yang tidak sah secara hukum, maka anak yang terlahir menanggung akibat hukum, di samping juga menanggung beban sosial dan psikologis. Padahal, anak terlahir tidak berdosa, tetapi secara sosiologis harus menanggung beban dari perbuatan orang tua biologisnya,” ujarnya.

Asrorun mencemaskan, anak-anak akan mendapatkan kesan bahwa perbuatan cabul dan percumbuan sesama jenis yang dilakukan orang dewasa itu benar dan lumrah.

“Ketika dianggap biasa, anak kemudian melakukannya sehingga mengantarkan mereka menjadi pelaku pencabulan dan kejahatan seksual,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement