REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan, rendahnya serapan APBD Provinsi DKI Jakarta disebabkan karena Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) enggan untuk negosiasi dengan DPRD DKI. Pasalnya, hubungan kedua lembaga tersebut menjadi renggang setelah dugaan kasus korupsi reklamasi.
"Menurut saya pasti besar sisanya (sisa anggaran), karena orang enggak dia pakai kan. Kan dia malas bernegosiasi sama DPRD," ujar Pambagio kepada Republika.co.id, Kamis (11/8).
"Kan yang pasti dana denda, Fasos/Fasum kan dari pengembang yang dia pakai, pasti rendah serapannya," imbuh dia.
Jika demikian, lanjut dia, sebuah pemerintahan sudah tidak menjadi ideal lagi. Karena, kata dia, idealnya sebuah negara itu harus pakai uang negara. "Ya saran saya harus dipakai, itu kan APBD disetujui DPRD, ya harus dipakai untuk membangun," kata Pambagio.
Pambagio mengatakan, jika Ahok tidak membangun dengan memaksimalkan dana APBD tersebut berarti telah menyalahi aturan, karena pelayanan terhadap rakyat menjadi berkurang. "Dia (Ahok) bilang bisa kok, saya bisa langsung. Lalu ngapain ada APBD? Menurut saya itu secara aturan tidak benar," ucap dia.
Menurut Pambagio, meskipun secara pidana Ahok tidak mengantongi dana dari pengembang tersebut, Ahok tetap membangun Jakarta dengan dana yang seharusnya tidak dia gunakan untuk membangun. Karena, lanjut dia, dana APBD masih banyak.
"Itu karena dia malas berhubungan dengan DPRD. Itu karena masalah korupsi itu, ya seharusnya diselesaikan lah. Kalau enggak mau negosiasi ngapain jadi gubernur?" kata dia.